Selasa, 10 November 2015

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI, ANTIFUNGI, DAN TOKSISITAS EKSTRAK N-Heksana BUNGA Lantana camara LINN



LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM FITOKIMIA
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI, ANTIFUNGI, DAN TOKSISITAS EKSTRAK  N-Heksana BUNGA Lantana camara LINN

Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian praktikum Fitokima
OLEH :
KELOMPOK I (SATU)
KELAS FARMASI C 2012

ARDIYANTI                                 (F1F1 10       )
DIRSAN                                         (F1F1 12 094)
DISSA ARYASANINDYA          (F1F1 12 095)
KARMILAWATI                         (F1F1 12 105)
NARFINA                                      (F1F1 12 139)
NUGRAHYONO MUTHALIB   (F1F1 12 113)
PASHA NURHIJILA                   (F1F1 12 116)
SELVI RATMI                             (F1F1 12 122)
TESSA AYUNI HASAN              (F1F1 12 127)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2014

Kata Pengantar


Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan rahmat dan karunia-nya laporan lengkap ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini, masih jauh dari kesempurnaan. Namun, dengan segala kerendahan hati, penulis mempersembahkan sebagai wujud keterbatasan kemampuan yang penulis miliki dan untuk itu penulis sangat menghargai setiap koreksi, kritik, dan saran demi kesempurnaan laporan lengkap ini.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga laporan lengkap ini dapat menambah hasanah ilmu pengetahuan serta dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.



                                                                                    Kendari,         Desember     2014





BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak jaman dahulu, manusia sangat mengandalkan lingkungan sekitarnya untuk memenuhi kebutuhannya. Misalnya untuk makan, tempat berteduh, pakaian, obat, pupuk, parfum, dan bahkan untuk kecantikan dapat diperoleh dari lingkungan. Sehingga kekayaan alam di sekitar manusia sebenarnya sedemikian rupa sangat bermanfaat dan belum sepenuhnya digali, dimanfaatkan,  atau bahkan dikembangkan.Obat herbal telah diterima secara luas di hampir seluruh Negara di dunia. Menurut WHO, negara-negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin menggunakan obat herbal (Sani, 2012).
Lantana camara Linn (verbanaceae), umumnya dikenal sebagai liar atau merah bijak adalah sebagian besar spesies luas dari genus ini dan dianggap baik sebagai gulma terkenal dan tanaman kebun hias populer. Namun, terdaftar sebagai salah satu tanaman obat penting di dunia. L. Camara mengandung lantadenes, yang triterpen pentasiklik yang dilaporkan memiliki sejumlah manfaat biologis (Ganjewala dkk., 2010).
Ada beberapa metode pemurnian dari ekstrak bahan alami, antara lain dengan ekstraksi menggunakan pelarut yang immiscible (tidak dapat bercampur) dan mempunyai densitas yang berbeda, pengendapan, penyaringan, pemanasan, adsorpsi menggunakan adsorben ataupun dengan resin penukar ion. Esktraksi menggunakan pelarut merupakan salah satu cara pemurnian ekstrak dari bahan alami. Ekstrak dapat dibagi dalam dua katagori, yaitu ekstrak kasar dan ekstrak murni. Ekstrak kasar artinya ekstrak yang mengandung semua bahan yang tersari dengan menggunakan pelarut organik, sedangkan ekstrak murni adalah ekstrak kasar yang telah dimurnikan dari senyawa-senyawa inert melalui proses penghilangan lemak, penyaringan menggunakan resin atau adsorben. Ekstrak murni lebih disukai karena mempunyai bahan aktif atau komponen kimia yang jauh lebih tinggi dibandingkan ekstrak kasar, sebagai contoh kandungan senyawa aktif dalam ekstrak kasar 20%, setelah dimurnikan senyawa aktif akan meningkat menjadi 60 % (Hernani dkk., 2007).
Skrining  fitokimia  digunakan  untuk mendeteksi  senyawa  tumbuhan  berdasarkan golongannya.  Sebagai  informasi  awal  dalam mengetahui  golongan  senyawa  kimia  apa yang mempunyai  aktivitas  biologi  dari  suatu tanaman.  Metode  yang  telah  dikembangkan dapat  mendeteksi  adanya  golongan  senyawa alkaloid,  flavonoid,  tannin,  saponin,  steroid (Yuda, 2013).
Toksisitas ialah efek berbahaya dari suatu bahan obat pada organ target. Uji toksisitas dilakukan untuk mengetahui tingkat keamanan dan keberbahayaan zat yang akan diuji. Toksisitas diukur dengan mengamati kematian hewan coba (Anonim, 2014).
Antimikroba adalah obat yang digunakan untuk memberantas infeksi mikroba pada manusia.Sedang antibiotika adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme (khususnya dihasilkan oleh fungi) atau dihasilkan secara sintetik yang dapat membunuh atau menghambat perkembangan bakteri dan organisme lain (Utami, 2011).
Tanaman obat memiliki potensi untuk dijadikan fungisida alami. Hal ini dikarenakan tanaman obat mengandung senyawa metabolit sekunder yang dapat berperan sebagai antijamur. Metabolit tanaman seperti saponin, alkaloid, kumarin, xanton, flavanoid, asam lemak, senyawa fenol, terpen, minyak atsiri, lektin dan polipeptida telah dilaporkan memiliki aktivitas antijamur (Aulifa dkk., 2014).

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
1.      Bagaimana cara pengambilan sampel yang baik?
2.      Bagaimana prinsip ekstraksi?
3.      Bagaimana prinsip partisi ekstrak bunga Lantana Camara Linn?
4.      Bagaimana uji kandungan kimia ekstrak etanol bunga Lantana Camara Linn?
5.      Bagaimana aktivitas toksisitas ekstrak etanol bunga Lantana Camara Linn?
6.      Bagaimana aktivitas antibakteri ekstrak etanol bunga Lantana Camara Linn?
7.      Bagaimana aktivitas antifungi ekstrak etanol bunga Lantana Camara Linn?

C. Tujuan

Tujuan dari makalah ini yaitu :
1.      Untuk mengetahui bagaimana cara pengambilan sampel yang baik.
2.      Untuk mengetahui bagaimana prinsip ekstraksi.
3.      Untuk mengetahui bagaimana prinsip partisi ekstrak bunga Lantana Camara Linn.
4.      Untuk mengatahui bagaimana uji kandungan kimia ekstrak etanol bunga Lantana Camara Linn.
5.      Untuk mengetahui bagaimana aktivitas toksisitas ekstrak etanol bunga Lantana Camara Linn.
6.      Untuk mengetahui bagaimana aktivitas antibakteri ekstrak etanol bunga Lantana Camara Linn.
7.      Untuk mengetahui bagaimana aktivitas antifungi ekstrak etanol bunga Lantana Camara Linn.
D.  Manfaat
            Manfaat dari makalah ini yaitu :
1.      Mengetahui bagaimana cara pengambilan sampel yang baik.
2.      Mengetahui bagaimana prinsip ekstraksi.
3.      Mengetahui bagaimana prinsip partisi ekstrak bunga Lantana Camara Linn.
4.      Mengatahui bagaimana uji kandungan kimia ekstrak etanol bunga Lantana Camara Linn.
5.      Mengetahui bagaimana aktivitas toksisitas ekstrak etanol bunga Lantana Camara Linn.
6.      Mengetahui bagaimana aktivitas antibakteri ekstrak etanol bunga Lantana Camara Linn.
7.      Mengetahui bagaimana aktivitas antifungi ekstrak etanol bunga Lantana Camara Linn.


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.   Lantana Camara Linn

1.      Deskripsi Tanaman

Lantana camara L. ( Verbanaceae ) , umumnya dikenal sebagai tanaman liar atau merah bijak adalah spesies yang paling luas dan merupakan tanaman berkayu terurai dengan berbagai warna bunga , merah , pink, putih , kuning dan ungu ( Saxena,.dkk. 2012).
2.      Klasifikasi
Lantana camara L. . adalah tanaman hias berbunga milik keluarga Verbenaceae . Lantana camara L. juga dikenal Lantana , Wild Sage , Suriname Tea Plant, bendera Spanyol dan Lantana India barat . Lantana camara adalah obat terkenal tanaman dalam sistem obat tradisional dan baru-baru ini ilmiah penelitian telah menekankan kemungkinan penggunaan L. camara di obat modern.
Taksonomi Lantana camara L.
Kingdom : Planate
Division   : Magnoliophyta
Class        : Magnoliopsida
Ordo        : Lamiales
Family     : Verbenaceae
Genus      : Lantana
Species     : Lantana camara Linn (Kalita., et all., 2012).
3.      Kandungan Kimia
Lantana camara L. adalah tumbuhan perdu dari suku Verbenaceae yang berasal dari Amerika dan terdapat di Indonesia. Tumbuhan tersebut telah lama digunakan sebagai salah satu bahan ramuan obat tradisional untuk mengobati berbagai macam penyakit antara lain untuk pengobatan penyakit kulit, batuk, keracunan dan reumatik. Berdasarkan berbagai literatur diketahui bahwa daun Lantana. camara L. mengandung senyawa lantaden, yaitu lantaden A, lantaden B, lantaden C, lantaden D, lantaden A yang tereduksi dan lantaden B yang tereduksi (Bulan R.,dkk. 2004) .
Tanaman cente manis (Lantana camara L.) adalah sejenis tanaman semak yang sering dijadikan sebagai tanaman hias. Tanaman ini mengandung racun lantanin yang sering dijadikamn sebagai tanaman hias. Tanaman ini mengandung racun lantanin, yang merupakan triterpenoid, flavonoid dan alkaloid (Lengkana, 2002).
4.      Manfaat
Di Indonesia, Lantana camara L. Telah digunakan secara tradisional sebagai obat bengkak, rematik, keputihan, dan penurun panas (Anonim, 2002). Perlu dilakukan penelitian tentang khasiat Lantana camara sebagai obat dalam hal ini obat antiinflamasi agar pemakaiannya dapat dipertanggungjawabkan (Hidayati, 2008).

B.     Sampel Dan Teknik Pengambilan        

Metode pengambilan sampel ada yang disebut metode aseptis. Produk farmasi steril adalah produk yang sangat kritis dan sensitif. Produk-produk ini dengan desain yang diperlukan untuk bebas dari mikroorganisme, dan pirogen. Kontaminasi dapat berasal dari proses, bahan, peralatan, operator, atau lingkungan produksi, tapi bisa saja dengan mudah diperkenalkan selama sampling atau pengujian sampel. Pengujian sterilitas sampel dari proses aseptik dapat dianggap sebagai proses aseptik terpisah, tergantung pada jenis yang sama dari kontaminasi adventif sebagai proses aseptis itu sendiri. Meskipun demikian, kontaminan yang ditemukan dalam sampel yang diambil dari lingkungan produksi, baik untuk kemandulan atau pemantauan lingkungan, secara rutin dikaitkan semata-mata dengan lingkungan produksi dan tidak dianggap kontaminan adventif selama pengujian (Nageen, 2012).
Metode aseptis dilakukan dalam pembuatan obat steril, Namun, penyiapan sediaan tersebut belum dilakukan dengan teknik aseptis yang baik. Padahal teknik aseptis dalam pemberian intravena harus mendapatkan perhatian, karena sediaan tersebut merupakan sediaan yang harus dihindarkan dari kontaminasi semaksimal mungkin (Surahman dkk, 2008).
Aseptik Non Teknik Sentuh (ANTT) mengakui hal ini dan didasarkan pada premis bahwa mengurangi variabel dalam praktek aseptik seluruh tenaga kerja klinis besar dengan standarisasi teknik aseptik akan meningkatkan kualitas praktek dan kemudian tingkat infeksi. Skala adopsi dari ANTT di National Health Service (NHS) terus untuk tumbuh, dengan saat ini serapan diperkirakan antara 150-250 rumah sakit NHS menggunakan ANTT sebagai teknik aseptik standard (Rowley, 2009).

C.    Esktraksi

Proses ektraksi secara dingin pada prinsipnya tidak memerlukan pemanasan. Hal ini diperuntukkan untuk bahan alam yang mengandung komponen kimia yang tidak tahan pemanasan dan bahan alam yang mempunyai tekstur yang lunak. Yang termasuk ekstraksi secara dingin adalah (Ditjen POM, 1986) :
Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya (Ditjen POM : 1986).
Metode ini digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang seperti benzoin, stiraks dan lilin. Penggunaan metode ini misalnya pada sampel yang berupa daun, contohnya pada penggunaan pelarut eter atau aseton untuk melarutkan lemak/lipid (Ditjen POM, 1986).
 Maserasi umumnya dilakukan dengan cara: memasukkan simplisia yang sudah diserbukkan dengan derajat halus tertentu sebanyak 10 bagian dalam bejana maserasi yang dilengkapi pengaduk mekanik, kemudian ditambahkan 75 bagian cairan penyari ditutup dan dibiarkan selama 5 hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 5 hari, cairan penyari disaring ke dalam wadah penampung, kemudian ampasnya diperas dan ditambah cairan penyari lagi secukupnya dan diaduk kemudian disaring lagi sehingga diperoleh sari 100 bagian. Sari yang diperoleh ditutup dan disimpan pada tempat yang terlindung dari cahaya selama 2 hari, endapan yang terbentuk dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Ditjen POM, 1986).

D.    Partisi Ekstrak

Fraksinasi merupakan proses pemisahan fraksi yang terkandung dalam suatu larutan atau suspensi yang mempunyai karateristik berbeda. Pati, secara umum terdiri dari dua fraksi, yaitu fraksi amilosa dan fraksi amilopektin. Struktur molekul fraksi amilosa linier dan teratur, sedangkan fraksi amilo-pektin bercabang dan tidak teratur. Pemisahan kedua fraksi tersebut dilakukan untuk memanfaatkan sifat-sifat yang terkandung dalam fraksi sehingga penggunaannya dapat diperluas (Yuliasih, 2007).
Partisi merupakan proses sorpsi yang analog dengan ekstraksi pelarut (Rohman, 2007). Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan bila suatu zat terlarut terdistribusi antara dua pelarut yang tidak dapat campur, maka pada suatu temperatur yang konstan untuk setiap spesi molekul terdapat angka banding distribusi yang konstan antara kedua pelarut itu, dan angka banding distribusi ini tidak tergantung pada spesi molekul lain apapun yang mungkin ada. Harga angka banding berubah dengan sifat dasar pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan temperature (Svehla, 1990).
Partisi menggunakan dua pelarut tak campur yang ditambahkan ke dalam ekstrak, hal ini dapat dilakukan secara terus-menerus dengan menggunakan dua pelarut tak bercampur yang kepolarannya meningkat. Partisi biasanya melalui dua tahap : (1) air/petroleum eter ringan (heksana) untuk menghasilkan fraksi nonpolar dilapisan organik; (2) air/diklorometan atau air/kloroform atau air /etil asetat untuk membuat fraksi agak polar dilapisan organik. Lapisan berair yang terasa akan mengandung bahan alam larut-air yang polar. Ini merupakan metode pemisahan yang mudah dan mengandalkan kelaruta bahan alam dan bukan interaksi fisik dengan medium lain. Partisi dapat memberikan pemisahan yang sangat baik, terutama untuk senyawa-senyawa yang memiliki kelarutan yang sangat berbeda (Heinrich, dkk., 2010).

E.      Skrining Fitokimia

Skrining  fitokimia  digunakan  untuk mendeteksi  senyawa  tumbuhan  berdasarkan golongannya.  Sebagai  informasi  awal  dalam mengetahui  golongan  senyawa  kimia  apa yang mempunyai  aktivitas  biologi  dari  suatu tanaman.  Metode  yang  telah  dikembangkan dapat  mendeteksi  adanya  golongan  senyawa alkaloid,  flavonoid,  tannin,  saponin,  steroid (Yuda, 2013).
Senyawa sekunder atau disebut senyawa fitokimia adalah senyawa kimia yang terdapat dalam tanaman dan tidak mempunyai fungsi utama dalam pembentukkan sel-sel tanaman melainkan sebagai sumber pertahanan tanaman terhadap serangan prator baik serangg maupun mikroorganisme.  Skrining fitokimia secara kualitatif dilakukan dengan penambahan berbagai pereaksi tertentu ke dalam ekstrak tanaman sehingga menghasilkan warna larutan/endapan spesifik yang menandakan senyawa tertentu (Ginting, 2012). Tes menggunakan reagen spesifik sebagai berikut: Lieberman Burchard-(LB) untuk steroid, Salkowski untuk terpenoid, Wagner, Mayer dan Dragendorff untuk alkaloid. Sementara itu, FTIR instrumen harus mendukung prediksi kelompok metabolit sekunder dalam tes khusus (Sapar, 2013).
Alkaloid adalah golongan bahan alam yang menyumbangkan begitu banyak manfaat dalam dunia medis dan sediaan farmasi. Digunakan untuk meredakan nyeri, sebagai stimulan reksonal (Heinrich, 2009).
Flavonoid adalah senyawa yang diturunkan dari fenilpropana. diduga senyawa ini memiliki manfaat ekologi yang besar. flavonoid juga memengaruhi rasa makanan secara signifikan, misalnya beberapa tanaman memiliki rasa pahit dan kesat (Heinrich, 2009).
Terpenoid adalah senyawa yang tersebar luas di alam yang terkadang disebut isoprena karena motif berulang yang banyak dijumai dalam strukturnya (Heinrich, 2009).
Tanin adalah golongan bahan alam yang memberikan rasa pahit dan kesat selain flavonoid. golongan ini terdiri atas senyawa polifenol larut air yang memiliki BM tinggi. Senyawa ini digunakan untuk menyemak kulit, menjernihkan bir, dan sebagai astrgingen dalam farmasi (Heinrich, 2009).

F.      Toksisitas

Sampel yang bersifat toksik disebabkan oleh adanya kandungan senyawa metabolit sekunder. Oleh karena itu dilakukan pengujian metabolit sekunder untuk mendeteksi golongan senyawa kimia yang terdapat dalam sampel. Metode ini merupakan salah satu dari pendekatan yang lazim digunakan untuk mencari komponen senyawa kimia tanaman yang memiliki aktivitas biologi. Biasanya, tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat memiliki sifat toksik (racun) terhadap penyakit karena adanya senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam tanaman tersebut (Sangi, dkk., 2012).
Metode pengujian BST dengan menggunakan Artemia salina dianggap memiliki korelasi dengan daya sitotoksik senyawa-senyawa antikanker, sehingga sering dilakukan untuk skrining awal pencarian senyawa antikanker. Metode ini dikenal sebagai metode yang cepat, mudah, merah, dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan Sifat sitotoksik dapat diketahui berdasarkan jumlah kematian larva pada konsentrasi tertentu. Suatu ekstrak dikatakan toksik jika memiliki nilai LC50 (Konsentrasi yang mampu membunuh 50% larva udang) kurang dari 1000 g/ml setelah waktu kontak 24 jam (Indrayani, dkk., 2006).

G.     Aktivitas Antibakteri

Berdasarkan toksisitas selektif ada antibakteri yang bersifat bakteriostatik dan bakterisid. Kelompok yang pertama menghambat pertumbuhan atau perkembangan bakteri, kelompok kedua bekerja mematikan bakteri. Bakterisid merupakan antibiotika yang mempengaruhi dinding sel aatau permeabilitas membran sedang bakteriostatik adalah antibiotik yang bekerja pada sintesa protein . antibakteri tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antibakterinya di tingkatkan melebihi kadar KHM (Setiabudy, 1995).
Kadar hambat minimal (KHM) atau minimum inhibitory concentration (MIC) adalah kadar minimal yang digunakan untuk menghambat  pertumbuhan bakteri sedangkan konsentrasi terndah dari antibiotik yang membunuh 99,9 % inokulum bakteri disebut kadar bunuh minimal (KBM) atau Minimum Killing Concentration (MCK) (Brander, 1991).

H.     Aktivitas Antijamur

Fungi tumbuh subur didaerah beriklim tropis dengan kelembaban tinggi seperti Indonesia. Salah satu fungi penyebab penyakit infeksi pada wanita adalah Candida albicans. Angka kejadian mencapai 75% dari jumlah wanita di Indonesia. Candida albicans merupakan fungi patogen penyebab candidiasis vaginalis. Selain itu, fungi dapat menyerang organ-organ lain seperti mulut, kulit, kuku, paru-paru, saluran pencernaan, saluran kemih, jantung dan selaput otak (Warsinah dkk., 2011).
Bila suatu konidia atau spora fungi ditanam diatas agar cawan petri, maka setelah satu atau dua hari baru terlihat sesuatu pada permukaan agar yang dapat berupa tetesan kental apabila suatu khamir atau berupa benang-benang bila bentuk tersebut adalah suatu kapang. Pemerisaan mikroskopis akan membuktikan bahwa yang tumbuh itu betul-betul suatu koloni khamir atau suatu koloni kapang (Gandjar, 2002).
Candida albicans merupakan jamur oportunistik yang dapat menginfeksi seluruh organ tubuh manusia. Di dalam tubuh manusia, jamur Candida dapat hidup sebagai parasit atau saprofit baik di dalam mulut, saluran pernafasan, saluran pencernaan, ataupun vagina. Infeksi Candida albicans akan terjadi apabila terdapat faktor predisposisi. Termasuk diantaranya pemakaian antibiotik berspektrum luas, diabetes mellitus, pemakaian steroid topikal ataupun sistemik, kehamilan, sistem pertahanan tubuh yang menurun, dan aposisi daerah kulit sehingga menghasilkan lingkungan yang lembab (Hermilasari dkk., 2012).

BAB III

METODE PRAKTIKUM

A.    Waktu Dan Tempat Pengambilan

Praktikum ini dilakukan di laboratorium Fakultas Farmasi UHO. Pada bulan Oktober-Desember 2014.

A.   Alat Dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu parang, toples kaca, batang pengaduk, corong, gelas kimia, corong pisah, botol gelap, gegep, hot plate, pipet tetes, spatula , tabung reaksi, sinar uv, pipet volum, botol vial, hot plate, filler, pipet ukur 10 mL, lampu pijar, erlenmeyer, rak tabung, inkubator, cawan petri, pinset, timbangan analitik, batang pengaduk, ose bulat, spektrofotometer 20 D, LAF.
Bahan yang digunakan yaitu kantung plastik, samplisia bunga Lantana camara, kertas saring, dan etanol 96%, n-heksan, kloroform, aseton, etil asetat, air panas, asam asetat anhidrat, asam sulfat pekat, aseton, eter, FeCl3 1 %, HCl 2 N, kloroform, larutan gelatin 2 %, NaCl, pereaksi buchard, pereaksi dragendorff, serbuk asam borat, dan serbuk asam oksalat, larva udang Artemia salina, air laut, bakteri S.mutans, bakteri E.coli, Nutrient agar, NaCl fisiologis, jamur C.albican, dan PDA.
B.  Uraian Bahan
1.       Lantana camara Linn
Kingdom        : Plantae
Divisi              : Magnoliophyta
Ordo               : Magnoliopsida
Class               : Verbenaceae
Famili             : Lamiales
Genus             :Lantana
Spesies           : Lantana camara
2.      Kalium iodida (Ditjen POM, 1979 : 330)
Nama resmi                    :    Kalii Iodidum
Sinonim                          :    Kalium iodida
RM/BM                          :    KI / 166,00
Pemerian                        :    Hablur heksahedral, transparan atau tidak berwarna, opak dan putih, atau serbuk butiran purih. Higroskopik.
Kelarutan                       :    Sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air mendidih; larut dalam etanol (95%) P; mudah larut dalam gliserol P.
Penyimpanan                  :    Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan                       :    Antijamur.
3.      Air (Ditjen POM, 1979 : 96)
Nama resmi                    :    Aqua Destillata
Sinonim                          :    Air suling
RM/BM                          :    H2O/18,02
Pemerian                        :    Cairan jernih; tidak  berbau; tidak berwarna; tidak mempunyai rasa.
Penyimpanan                  :    Dalam wadah tertutup baik.
4.      Besi (III) klorida (Ditjen POM, 1979 : 1139)
Nama resmi                    :    Feri Klorida
Sinonim                          :    Besi (III) klorida
RM/BM                          :    FeCl3/162,2
Pemerian                        :    Hablur atau serbuk hablur berwarna hitam kehijauan
5.      Iodium (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi                    :    IODUM
Sinonim                          :    Iodium, yodium
RM/BM                          :    I2/126,91
Pemerian                        :    Keping atau butir, hitam kelabu, bau khas dan mengkilat seperti logam
Kelarutan                       :    Dalam lebih kurang 350 bagian air, dalam 13 bagian etanol P
Penyimpanan                  :    Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan                       :    Antiseptikum ektrem, antijamur
6.      Bismut subnitrat (Ditjen POM, 1979 : 118)
Nama resmi                    :    Bismuthi Subgallas
Sinonim                          :    Bismut subnitrat
Pemerian                        :    Serbuk; kuning; tidak berbau
Kelarutan                       :    Praktis tidak larut dalam air, dalam etanol mutlak P dan dalam eter P; mudah larut dalam asam mineral panas yang disertai penguraian dan dalam larutan alkali hidroksida membentuk larutan kuning jernih yang berubah dengan cepat jadi merah gelap.
Penyimpanan                  :    Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya.
Kegunaan                       :    Antiseptikum ekstern.
7.      Gelatin (Ditjen POM, 1979 : 265-266)
Nama resmi                    :    Gelatinum
Sinonim                          :    Gelatin
Pemerian                        :    Lembaran, kepingan, serbuk atau butiran, tidak berwarna atau kekuningan pucat; baud an rasa lemah.
Kelarutan                       :    Jika direndam dalam air mengembang dan menjadi lunak, rangsur-angsur menyerap air 5 sampai 10 kali bobotnya; larut dalam air panas dan jika didinginkan terbentuk gudir; praktis tidak larut dalam etanol (95%) P, dalam kloroform P dan dalam eter P; larut dalam campuran gliserol P dan air, jika dipanaskan lebih mudah larut; larut dalam asam asetat P.
Penyimpanan                  :    Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan                       :    Zat tambahan
8.      Asam sulfat (Ditjen POM, 1979 : 58)
Nama resmi                    :    Acidum Sulfuricum
Sinonim                          :    Asam sulfat
RM/BM                          :    H2SO4/98,07
Pemerian                        :    Cairan kental seperti minyak, korosif, tidak berwarna; jika ditambahkan kedalam air menimbulkan panas.
Penyimpanan                  :    Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan                       :    Zat tambahan
9.      Asam asetat (Ditjen POM, 1979 : 41)
Nama resmi                    :    Acidum Aceticum
Sinonim                          :    Asam asetat, Cuka
Pemerian                        :    Cairan jernih; tidak berwarna; bau menusuk; rasa asam, tajam.
Kelarutan                       :    Dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) P dan dengan gliserol P.
Penyimpanan                  :    Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan                       :    Zat tambahan
10.  Etanol (Ditjen POM, 1979 : 65)
Nama resmi                    :    Aethanolum
Sinonim                          :    Etanol, Alkohol
Pemerian                        :    Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak; bau khas; rasa panas. Mudah terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap.
Kelarutan                       :    Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroformP dan tere P.
Penyimpanan                  :    Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, di tempat sejuk, jauh dari nyala api.
Kegunaan                       :    Zat tambahan
11.  Asam klorida (Ditjen POM, 1979 : 53)
Nama resmi                    :    Acidum Hydrochloridum
Sinonim                          :    Asam klorida
RM/BM                          :    HCl/36,46
Pemerian                        :    Cairan; tidak berwarna; berasap; bau merangsang. Jika diencerkan dengan 2 bagian air, asap dan bau hilang.
Penyimpanan                  :    Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan                       :    Zat tambahan
12.  Artemia salina L. (Mudjiman, 1998)
Filum    : Arthopoda
Divisio  : Crustaceae
Subdivisio: Branchiopoda
Ordo     : Anostraca
Famili   : Artemiidae
Genus   : Artemia
Species : Artemia salina L.
13.  E. coli (Songer dan Post: 2005)
Kingdom : Bacteria
Filum      : Proteobacteria
Kelas      : Gamma Proteobacteria
Ordo       : Enterobacteriales
Famili     : Enterobacteriaceae
Genus     : Escherichia
Spesies    : Escherichia coli
14.  S. mutans (Nugraha, 2012)
Kingdom : Monera
Divisio : Firmicutes
Kelas    : Bacilli
Ordo     : Lactobacilalles
Family : Streptococcaceae
Genus   : Streptococcus
Species : Streptococcus mutans
15.  Candida albicans (Garrity, 2004)
Kingdom : Protista
Phylum    : Bryophyta
 Class        : Deuteromycetes
Ordo         : Saccharomycetale
Famili     : Cryptococcaceae
Genus     :  Candida
 Spesies     : Candida albicans

C.  Prosedur Kerja
1.     
Bunga Lantana camara
Pengambilan Sampel

 

-          Dipetik dari pohonnya
-          Dibersihkan dan dipisahkan dari pengotor
-          Disimpan dalam wadah untuk di anginkan
-          Dianginkan
                                             Simplisia
2.      Metode Ekstraksi
Serbuk Bunga L.camara
 


-          Dimasukkann kedalam toples kaca
-          Ditambahkan etanol
-          Diaduk
-          Ditutup toples dan disimpan selama 24 jam
-          Disaring dengan kertas saring
-          Dibuang evaporasi
-          Dilakukan sebanyak dua kali di hari berikutnya       
                                           Ekstrak kental






3.      Partisi Esktrak
Ekstrak Kental Bunga L.camara
                                      
                                                      
-          Dimasukkan kedalam corong pisah
-          Ditambahkan n-heksan
-          Dikocok
-          Didiamkan sampai terpisah
-          Dipisahkan fraksi n-heksan
-          Diulangi cara yang sama untuk pemakaian pelarut aseton, etil asetat, kloroform, dan etanol
     Fraksi etanol
4.      Skrining Fitokimia
·         Uji Alkaloid
Sampel
 


-       Diambil 3 ml
-       Dimasukkan ke dalam tabung reaksi
-       Ditambahkan 2 ml HCl 2 M
-       Diaduk dan didinginkan pada suhu ruang
-       Ditambahkan 0,5 g NaCl lalu diaduk dan disaring
Filtrat
 


-       Ditambahkan HCl 2 M sebanyak 3 tetes
-       Dibagi menjadi 3 tabung
Tabung I
Tabung II

 



-   Ditambahkan 3 tetes       - Ditambahkan 3 tetes      
   pereaksi Buchard               pereaksi Dragendorff      
 endapan cokelat                endapan cokelat                
·         Uji Flavonoid
Sampel
 


-   Diambil 1 ml
-   Ditambahkan 3 tetes aseton
-   Ditambahkan sedikit serbuk asam borat dan asam oksalat
-   Ditambahkan eter 3 tetes
-   Diamati

   Berfluoresensi kuning intensif
(positif flvonoid)

·         Uji Saponin
Sampel
 


-       Dimasukkan ke dalam tabung reaksi
-       Ditambahkan 10 ml air panas
-       Didinginkan
-       Dikocok kuat-kuat selama 10 detik

    Terbentuk buih selama +  10 menit
Setinggi 1-10 cm
*untuk penambahan HCl 2 N, buih tidak hilang
  
·         Uji Tanin
Sampel
 
        - Ditambahkan 2-3 tetes FeCl3 1 %
 
     Larutan menghasilkan warna
         hijau kehitaman/biru tint

Sampel
 
-     Ditambahkan larutan gelatin 2 %

    Endapan putih (+ tanin)

·         Uji Terpenoid dan Steroid
Sampel
 


-  Diambil 2 ml
-  Dimasukkan ke dalam tabung reaksi
-  Diuapkan
-  Dilarutkan dengan 0,5 ml kloroform
-  Ditambahkan 0,5 ml asam asetat anhidrat
-  Ditambahkan asam sulfat pekat 2 ml melalui dinding tabung
   Cincin kecoklatan/violet (+ terpenoid) atau
                Cincin biru kehijauan (+ steroid)

5.      Uji Toksisitas

Ekstrak Kental  Bunga L.camara
 


                                                      
-          Ditimbang 1 gram
-          Dilarutkan dalam etanol 100 ml
-          Diencerkan untuk dibuat beberapa konsentrasi (5000 ppm, 4000 ppm, 3000 ppm, 2000 ppm, 1000 ppm, 500 ppm, 200 ppm, 100 ppm)
-          Dimasukkan kedalam botol vial
-          Dikeringkan
-          Dicukupkan 10 mL dengan air laut
-          Dimasukkan 10 ekor larva Artemia salina L
-          Didiamkan 24 jam
-          Dihitung berapa jumlah larva yang mati
-          Dihitung LC50 nya
                                              
                                    Hasil Pengamatan..?

6.      Uji Aktivitas Antibakteri
·        
Ekstrak Kental  Bunga L.camara
Pembuatan Larutan Induk

-          Ditimbang 1 gram
-          Dimasukkan dalam labu takar
-          Ditambahkan etanol 100 mL
-          Dikocok
-          Disimpan dalam botol gelap
                                          Larutan induk 10.000 ppm   

·        
Larutan induk 10.000 ppm
Pembuatan Seri Konsentrasi

-          Dipipet 1 mL
-          Dimasukkan dalam botol vial
-          Ditambahkan air samapi tanda tera
-          Diulang cara yang sama untuk 3.000 ppm (3 mL) dan 5.000 ppm (5 mL)
                   Larutan uji konsentrasi 1.000 ppm, 3.000 ppm dan 5.000 ppm

·        
NA
Pembuatan Media Na

-    Ditimbang 1,4 gram
-    Dimasukkan kedalam Erlenmeyer
-    Dilarutkan dalam 50 ml air
-    Dihomogenkan
-    Dipanaskan menggunakan hot plate hingga mendidih
-    Diangkat dari hotplate kemudian ditutup mulut ernmeyer menggunakan kapas dan aluminium foil
-    Disterilkan
-    Didinginkan
            Media NA
·        
NaCl
Pembuatan NaCl Fisiologis
 

-    Ditimbang 0,45 gram
-    Dimasukkan dalam gelas kimia
-    Dilarutkan
-    Dimasukkan dalam labu takar 50 mL
-    Dilarutkan dalam 50 ml air
        NaCl Fisiologis

·        
Bakteri
Pembuatan Suspensi Bakteri
 

-    Digores bakteri S.mutans dengan ose
-    Dimasukkan kedalam tabung reaksi
-    Dilarutkan dalam NaCl Fisiologis 0,9%
-    Diukur absorbansinya pada λ = 625 nm
-    Dicukupkan absirbansi sesuai ketentuan Mc Farland yaitu 0,205 A
-    Diulangi cara yang sama untuk bakteri E.coli
                                              Suspensi bakteri

·        
Kloramfenikol
Pembuatan Kontrol Positif
 

-    Ditimbang 0,005 gram
-    Dimasukkan kedalam gelas kimia
-    Dilarutkan dalam metanol
-    Dimasukkan dalam labu takar 50 mL
-    Dicukupkan sampai tanda tera

                                        Kontrol positif kloramfeniko

·        
Cawan petri
Uji Aktivitas Antibakteri

-    Dituangkan media sebanyak 15 mL
-    Dimasukkan suspensi bakteri 1000 µL
-    Dipadatkan
-    Dimasukkan kertas cakram yang sudah diteteskan kedalam ekstrak, kontrol positif dan kontrol negatif sebanyak 20 µL
-    Dibungkus dengan kertas wrap dan kertas
-    Dimasukkan dalam inkubator selama 24 jam
-    Diamati zona hambatnya

                                          Hasil pengamatan...?

7.      Uji Aktivitas Antifungi
·        
Ekstrak Kental  Bunga L.camara
Pembuatan Larutan Induk

-          Ditimbang 1 gram
-          Dimasukkan dalam labu takar
-          Ditambahkan etanol 100 mL
-          Dikocok
-          Disimpan dalam botol gelap
                                          Larutan induk 10.000 ppm
·        
Larutan induk 10.000 ppm
Pembuatan Seri Konsentrasi
 

-          Dipipet 1 dan 5 mL
-          Dimasukkan dalam botol vial
-          Ditambahkan air samapi tanda tera

                   Larutan uji konsentrasi 1.000 ppm dan 5.000 ppm
·         Pembuatan Media Na
PDA
 
-    Ditimbang 1,4 gram
-    Dimasukkan kedalam Erlenmeyer
-    Dilarutkan dalam 50 ml air
-    Dihomogenkan
-    Dipanaskan menggunakan hot plate hingga mendidih
-    Diangkat dari hotplate kemudian ditutup mulut ernmeyer menggunakan kapas dan aluminium foil
-    Disterilkan
-    Didinginkan

                                               Media PDA

·        
Jamur
Pembuatan Suspensi Jamur

-    Digores jamur C.albicans dengan ose
-    Dimasukkan kedalam tabung reaksi
-    Dilarutkan dalam NaCl Fisiologis 0,9%
-    Diukur absorbansinya pada λ = 625 nm
-    Dicukupkan absirbansi sesuai ketentuan Mc Farland yaitu 0,205 A
                                             Suspensi jamur






·        
Ketokonazole
Pembuatan Kontrol Positif
 

-    Ditimbang 0,005 gram
-    Dimasukkan kedalam gelas kimia
-    Dilarutkan dalam metanol
-    Dimasukkan dalam labu takar 50 mL
-    Dicukupkan sampai tanda tera

                                        Kontrol positif ketokonazole
·        
Cawan petri
Uji Aktivitas Antijamur

-    Dituangkan media sebanyak 15 mL
-    Dimasukkan suspensi jamur 1000 µL
-    Dipadatkan
-    Dimasukkan kertas cakram yang sudah diteteskan berbagai konsentrasi ekstrak dan  kontrol positif sebanyak 20 µL
-    Dibungkus dengan kertas wrap dan kertas
-    Dimasukkan dalam inkubator selama 3x24 jam
-    Diamati zona hambatnya

                                        Hasil pengamatan…?


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.   Hasil

1.      Pengambilan Sampel
Gambar
Keterangan
Proses pengambilan sampel
Lokasi pengambilan
Hasilnya diperoleh simplisia bunga Lantana camara sebanyak 3,5 kg.



2.      Metode Ekstraksi
Gambar
Keterangan
Sebelum penyaringan

Penyaringan pertama
Penyaringan kedua
Evaporasi
Ekstrak

Perhitungan Rendamen

=  x 100%

=  x 100%

=  x 100% = 17,04%

3.      Partisi Ekstrak
Gambar
Keterangan
Ekstrak n-heksan
Ekstrak Kloroform
Ekstrak Etil asetat

4.      Skrining Fitokimia
No
Nama Uji
Gambar
Hasil
1.
Alkaloid

Tabung I:
(-) alkaloid.
(tidak terlihat endapan merah)
Tabung II:
(-) alkaloid.
(tidak terlihat endapan merah)
2.
Flavonoid

(+) flavonoid.
(terlihat berfluoresensi kuning intensif)
3.
Saponin
(+) saponin.
(Terdapat buih/busa)
4.
Tanin
+) tanin.
(warna hijau kehitaman/biru tinta)






5.
Terpenoid dan Steroid


(-) terpenoid.
(tidak terlihat perubahan warna menjadi kecoklatan)

(-) steroid
(tidak terlihat perubahan warna menjadi biru kehiajuan)

5.      Uji Toksisitas

a.       Tabel Pengamatan

Konsemtrasi (mg/L
Mortalitas
Rata-rata
% Mortalitas
Botol I
Botol II
10.000
9
8
8
80
5000
10
10
10
100
4000
10
8
9
90
3000
10
10
10
100
2000
10
9
9
90
1000
9
8
8
80
500
3
4
3
30
200
4
8
6
60
100
1
10
5
50
Catatan : 1 ppm = 1 mg/L

b.      Perhitungan LC50


Nilai LC50 yaitu pada konsentrasi 100 mg/L = 5
y            = 5
5            = -0,0054x + 90,933
0,0054x = 90,33 – 5
0,0054x = 85,33
x            = 85,33 / 0,0054 = 15,801
Sehingga nilai LC50 = antilog x = antilog 15,801= 6,3 x 1015 mg/L

c.       Uji Aktivitas Antibakteri

a.       Gambar

Bakteri
Zona Hambat (mm)
1000 mg/L
3000 mg/L
5000 mg/L
(+)
(-)
S.mutans
0
0
0
24,25
0
E.coli
0
0
0
21,75
0

b.      Perhitungan
Zona hambat S.mutans
= 2,425 cm = 24,25 mm

Zona hambar E.coli

= 2,175 cm = 21,75 mm

c.       Uji Aktivitas Antifungi

d.      Bakteri
Zona Hambat (mm)
1000 mg/L
5000 mg/L
10.0000
 mg/L
(+)
C.albicans
0
0
0
0

B.  Pembahasan

Fitokimia berasal dari kata phytochemical. Phyto berarti tumbuhan atau  tanaman dan chemical sama dengan  zat kimia berarti zat kimia yang terdapat pada tanaman.  Senyawa fitokimia tidak termasuk kedalam zat gizi karena bukan berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral maupun air. Setiap tumbuhan atau tanaman mengandung sejenis zat yang disebut fito kimia, merupakan zat kimia alami yang terdapat di dalam tumbuhan dan dapat memberikan rasa, aroma atau warna pada tumbuhan itu.

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain simplisia merupakan bahan yang dikeringkan. Simplisia terdiri dari simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang merupakan bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.

Di Indonesia Tembelekan memiliki habitat tumbuh di dataran rendah hingga dataran tinggi sekitar 1.700 m di atas permukaan air laut. Ditemukan pada tempat-tempat terbuka yang terkena sinar matahari atau agak ternaung dan  di tempat panas, banyak yang dipakai sebagai tanaman pagar.  Akan tetapi,  sebelumnya tanaman ini tumbuh liar di semak-semak belukar dan selain itu tanaman ini tumbuh di pekarangan rumah yang lembab tetapi masih terkena sinar matahari. Tembelekan termasuk tanaman perdu, tegak atau agak memanjat, yang dapat tumbuh mencapai ketinggian 2 m, berbau dan memiliki percabangan dan perantingan yang kaya namun pertumbuhannya relatif lambat untuk memiliki batang berkayu yang besar.

Aspek – aspek farmakologis tanaman tembelekan ini sangat banyak, sehingga tanaman ini dapat digunakan sebagai obat. Di antaranya akar bersifat tawar, sejuk. Berkhasiat sebagai pereda demam (antiperetik), penawar racun (antitoksik), penghilang nyeri (analgesik), dan penghenti perdarahan (hemostatis). Daun bersifat pahit sejuk, berbau, dan sedikit beracun (toksik), yang berkhasiat menghilangkan gatal (anti-pruritus), anti-toksik, menghilangkan bengkak dan perangsang muntah. Sedangkan bunga tembelekan manis rasanya dan sejuk, berkhasiat sebagai penghenti pendarahan.

Pada proses pengambilan sampel dilakukan sortasi basah. Teknik sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Selanjutnya dilakukan pencucian, pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang    melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih yang mengalir.

Proses perajangan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan penggilingaTujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu lama. Selanjutnya dilakukan sortasi kering, proses ini  dilakukan untuk memisahkan benda-benda asing dan pengotor-pengotor lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering. Simplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena faktor luar dan dalam, antara lain cahaya, oksigen, reaksi kimia intern, dehidrasi, penyerapan air, pengotoran, serangga dan kapang.

Ekstraksi adalah proses penarikan senyawa aktif dari suatu simplisia menggunakan pelarut tertentu, dimana ektraksi memiliki prinsip umum yaitu difusi dan osmosis. Umumnya, senyawa aktif yang terkandung dalam tanaman maupun hewan lebih larut dalam pelarut organik. Proses terekstraksinya senyawa aktif dalam tanaman adalah pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung senyawa aktif, senyawa aktif akan terlarut sehingga terjadi perbedaan konsentrasi antara larutan senyawa aktif di dalam sel dan pelarut organik di luar sel. Larutan dengan konsentrasi tinggi akan berdifusi keluar sel, dan proses ini berulang terus sampai terjadi kesetimbangan antara konsentrasi senyawa aktif di dalam dan luar sel.
Dalam proses ektraksi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain: (1) jumlah simplisia yang akan diekstrak, (2) derajat kehalusan simplisia, (3) semakin halus, luas kontak permukaan akan semakin besar sehingga proses ekstraksi akan lebih optimal, (4) jenis pelarut yang digunakan, (5) Jenis pelarut berkaitan dengan polaritas dari pelarut tersebut. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses ekstraksi adalah senyawa yang memiliki kepolaran yang sama akan lebih mudah tertarik/terlarut dengan pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang sama.
Maserasi adalah metode ekstraksi sederhana. Maserasi dilakukan dengan merendam sampel dalam pelarut organik. Pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang berisi zat aktif sehingga zat aktif akan larut. Karena perbedaan antara konsentrasi larutan zat aktif di dalam sel, maka solusinya adalah larutan terpekat didorong keluar. Keuntungan metode ekstraksi ini, adalah metode dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah dibudidayakan.
Prinsip Maserasi merupakan proses penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Pada metode maserasi ini, perlu dilakukan pengadukan untuk meratakan konsentrasi larutan di luar butir serbuk simplisia sehingga tetap terjaga adanya derajat konsentrasi yang sekecil-kecilnya antara larutan di dalam sel dengan larutan di luar sel.
Keuntungan dari maserasi yaitu mudah dan sederhana, selain itu hasil yang diperoleh juga banyak, sedangkan kerugiannya yaitu membutuhkan banyak pelarut, membutuhkan waktu yang lama dan penyariannya kurang sempurna. Beberpa faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi yaitu, tipe persiapan sampel, waktu ekstraksi, kuantitas pelarut, suhu pelarut dan tipe pelarut.
Pelarut organic yang digunakan yaitu etanol. Etanol digunakan sebagai pelarut karena etanol termasuk ke dalam pelarut polar, sehingga sebagai pelarut diharapkan dapat menarik zat-zat aktif yang juga bersifat polar. Etanol banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam karena dapat melarutkan seluruh golongan metabolit sekunder dan mempunyai titik rendah 78,4 oC sehingga mudah untuk diuapkan dan juga ekonomis, dan juga sebagai cairan penyari karena lebih selektif, kapang dan khamir sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun, netral, dan etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan, serta panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih rendah.
Proses ektraksi dilakukan berulang-ulang kali, dengan tujuan agar sampel terekstrasi secara sempurna yang ditandai dengan pelarut pada sampel berwarrna bening.  Selanjutnya sampel yang di rendam tadi disaring , dengan tujuan untuk mendapat maseratnya. Maseratnya dibebaskan dari pelarut dengan menguapkannya di evaporator.
Evaporator adalah sebuah alat yang berfungsi untuk mengubah sebagian atau keseluruhan sebuah pelarut dari sebuah larutan dari bentuk cair menjadi uap. Evaporator mempunyai dua prinsip dasar, untuk menukar panas dan untuk memisahkan uap yang terbentuk dari cairan. Evaporator umumnya terdiri dari tiga bagian, yaitu penukar panas, bagian evaporasi (tempat di mana cairan mendidih lalu menguap) dan pemisah untuk memisahkan uap dari cairan lalu dimasukkan ke dalam kondensor (untuk diembunkan/kondensasi) atau ke peralatan lainnya.
Alasan menggunakan evaporator dibadingkan dengan alat lain yang memiliki fungsi yang sama, karena alat ini mampu menguapkan pelarut dibawah titik didih sehingga zat yang terkandung di dalam pelarut tidak rusak oleh suhu tinggi. Evaporator bekerja seperti alat destilasi. Pemanasan pada evaporator menggunakan panangas air yang dibantu dengan rotavapor akan memutar labu yang berisi sampel oleh rotavapor sehingga pemanasan akan lebih merata. Selain itu, penurunan tekan diberikan ketika labu yang berisi sampel diputar menyebabkan penguapan lebih cepat. Dengan adanya pemutaran labu, maka penguapan pun menjadi lebih cepat terjadi. Pompa vakum digunakan untuk menggunakan larutan agar naik ke kondensor yang selanjutnya akan diubah kembali ke dalam bentuk cair. Kemudian, penangas air (waterbath) dipanaskan sesuai dengan suhu pelarut yang etanol. Kami memanaskan dengan suhu 57 oC yaitu dibawah suhu etanol. Setelah suhu tercapai, labu alas bulat dipasang dengan kuat pada ujung rotor yang menghubungkan dengan kondensor. Aliran air pendingin dan pompa vakum dijalankan, kemudian tombol rotar diputar dengan kecepatan yang diinginkan.
Perlakuan slanjutnya sampel dipartisi, dimana menggunakan ekstraksi cair-cair. Ekstraksi cair-cair  dilakukan dengan cara pemisahan komponen kimia diantara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur. Dimana sebagian komponen larut pada fase pertama, dan sebagian larut pada fase kedua. Lalu kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, dan didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan. Yakni fase cair dan komponen kimia yang terpisah. Digunakan ekstraksi cair-cair karena metode ini dapat dilakukan dalam skala mikro maupun makro, pemisahannya tidak memerlukan alat khusus, melainkan hanya beberapa corong pemisah. Pemisahan yang dilakukan bersifat sederhana, bersih, cepat dan mudah, dan seringkali untuk melakukan pemisahan diperlukan beberapa menit.
Tekniknya dengan menambahkan pelarut pengekstrak yang tidak bercampur dengan pelarut, lalu dikocok. Pengocokan dilakukan dengan tujuan agar dapat terlihat dua lapisan dua fase pada larutan. Perlakuan  pertama melalui corong pisah, kemudian dilakukan pengocokan sampai terjadi kesetimbangan konsentrasi solut pada kedua pelarut. Setelah didiamkan beberapa saat akan terbentuk dua lapisan. Lapisan yang berada dibawah dengan kerapatan lebih besar dapat dipisahkan untuk melakukan analisa selanjutnya.
Selanjutnya dilakukan pencampuran ekstrak dengan beberapa fraksi yang digunakan yaitu n-heksan,  karena n-heksan adalah sebagai  pelarut non polar dan merupakan larutan yang mudah menguap dibanding fraksi lainnya dan ekstrak yang lebih larut dalam pelarut polar sehingga nantinya akan terdapat dua lapisan. Selanjutnya dengan larutan polar yang tidak bercampur lagi dengan n-heksan. Kemudian di kocok beberapa menit, fungsi pengocokan ini agar larutan n-heksan tersebut dapat bercampur dengan ekstrak kental dari bunga L. camara, sehingga terbentuk 2 fase dari cairan tersebut. Diamkan beberapa menit agar terjadi  dua pemisahan yaitu lapisan organik dan lapisan ekstrak. Lapisan organiknya di buang sedangkan lapisan ekstraknya dituangkan ke dalam gelas kimia lalu ditambahkan dengan pelarut organik sampai terbentuk pigmen warna dari sampel yang digunakan.
Langkah berikutntnya dilakukan pengujian metabolit sekunder. Metabolit sekunder adalah golongan senyawa yang terkandung dalam tubuh organisme yang terbentuk melalui proses metabolisme sekunder yang disintesis dari banyak senyawa metabolisme primer, seperti asam amino, asetil koenzim A, asam mevalonat dan senyawa antara dari jalur shikimat. Pengujian yangdilakukan yaitu seperti uji Alkaloid, Flavonoid, Tanin, Saponin, Triterpenoid dan Steroid .
Uji alkaloid adalah senyawa yang mempunyai struktur heterosiklik yang mengandung atom N didalam intinya dan bersifat basa, karena itu dapat larut dalam asam-asam serta membentuk garamnya, dan umumnya mempunyai aktifitas fisiologis baik terhadap manusia ataupun hewan. Pada uji Alkaloid dilakukan pada simplisia tanaman L.camaara. Ekstrak yang mengandung garam organik dari alkaloid akan bereaksi dengan NH4+  dengan menarik H+ dari gugus organik membentuk alkaloid bebas dalam kloroform. Fraksi kloroform ditambahkan HCl untuk membentuk garam alkaloid sehingga alkaloid dapat tertarik dari larutannya.  Alkaloid dalam bentuk garamnya inilah yang nantinya akan bereaksi dengan reagent.  Ditambahkan NaCl  bertujuan untuk mengendapkan protein yang dapat menyebabkan terjadinya positif palsu, dalam penambahan NaCl ini terjadi salting out dari protein.  Dilakukan penyaringan untuk mendapatkan residu dan filtrat yang berwarna hijau tua.  Filtrat yang diperoleh ditambahkan HCl 2N yang dimaksudkan untuk memprotonasi senyawa yang diidentifikasi dengan pereaksi meyer dan pereaksi Dragendorf.  Dikocok kuat dan didiamkan sampai terbentuk dua lapisan. Lapisan atas merupakan larutan HCl dan lapisan bawah adalah kloroform berwarna hijau. Terbentuknya dua lapisan karena kloroform memiliki massa jenis yang lebih besar dari HCl. Hal ini disebabkan karena terjadi pengikatan kembali alkaloid menjadi garam alkaloid yang dapat bereaksi dengan pereaksi logam-logam berat yang spesifik sehingga alkaloid menghasilkan kompleks garam anorganik yang tidak larut dan terpisah dengan metabolit sekundernya.   Lapisan HCl diambil dan dibagi menjadi dua tabung.  Tabung pertama ditambahkan pereaksi Lieberman Buchard  dan tabung kedua ditambahkan pereaksi Dragendorf.   Pada tabung pertama ditambahkan 3 tetes perekasi Lieberman Buchard yaitu Peraksi yang mengandung iodium dalam Kalium Iodida. Pereaksi ini juga paling sering digunakan untuk mengidentifikasi senyawa golongan alkaloid.  Larutan  yang ditambah dengan 3 tetes pereaksi Lieberman Buchard menghasilkan larutan yang berwarna hijau yang berarti bahwa larutan tidak mengandung alkaloid atau negatif mengandung alkaloid.  Pada tabung kedua menggunakan pereaksi dragendorff  dan menghasilkan warna jingga yang menunjukkan bahwa positif mengandung alkaloid.
Pada uji Flavonoid dilakukan pengujian pada ekstrak tanaman L.camara. Secara kimia, flavonoid mengandung cincin aromatik tersusun dari 15 atom karbon dengan inti dasar tersusun dalam konjugasi C6 - C3- C6 (dua inti aromatik terhubung dengan 3 atom karbon). Flavonoid mempunyai tipe yang beragam dan terdapat dalam bentuk bebas (aglikon) maupun terikat sebagai glikosida. Aglikon polimetoksi bersifat non polar, aglikon polihidroksi bersifat semi polar, sedangkan glikosida flavonoid bersifat polar karena mengandung sejumlah gugus hidroksil dan gula. Dari hasil pengujian tersebut diketahui bahwa flavonoid pada ekstrak tanaman L.camara fraksi n-heksan mengandung flavonoid setelah dipaparkan dengan sinar UV telah berfluoresensi menjadi warna kuning kehijauan.
Pada uji tanin dilakukan pengamatan pada ektrak L.camara. Tannin merupakan aneka senyawa polifenol berukuran besar yang mengandung cukup banyak gugus hidroksil dan gugus lain yang sesuai (misalnya karboksil) untuk membentuk perikatan kompleks yang kuat dengan protein dan makromolekul yang lain. Pada uji tannin, ditambahkan larutan FeCl3 menghasilkan warna Hijau kehitaman  yang menandakan (+) tannin. Semakin pekat warna hijau yang timbul, semakin banyak kandungan tanin dalam hijauan tersebut. Sedangkan ketika sampel ditambahkan larutan gelatin 10% menunjukkan adanya endapan putih yang menandakan bahwa positif tannin.
Pada uji saponin pada ekstrak L.camara dengan fraksi n-heksan. Saponin merupakan senyawa glikosida kompleks yaitu senyawa hasil kondensasi suatu gula dengan suatu senyawa hidroksil organik yang apabila dihidrolisis akan menghasilkan gula (glikon) dan non gula (aglikon). Pada percobaan ini kandungan untuk mengetahui kandungan saponin tanaman tersebut dapat diketahui dari busa/buih yang ditimbulkannya. Terbentuknya busa harus dalam bentuk stabil artinya busa yang terbentuk harus bertahan selama 10 menit. Dari hasil pengujian tersebut diketahui bahwa L.camara mempunyai kandungan saponin.
Steroid adalah terpenoid yang kerangka dasarnya terbentuk dari sistem cincin siklopentana prehidrofenantrena. Steroid merupakan golongan senyawa metabolik sekunder yang banyak dimanfaatkan sebagai obat. Hormon steroid pada umumnya diperoleh dari senyawa-senyawa steroid alam terutama dalam tumbuhan. Pada percobaan ini ditambahkan kloroform, asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat. Sebelum ditambahkan pelarut tersebut, fraksi kloroform diuapkan terlebih dahulu agar mendapatkan filtrat yang kental. Alasan digunakannya asam asetat anhidrat adalah untuk membentuk turunan asetil dari steroid yang akan membentuk turunan asetil didalam kloroform. Penggunaan kloroform adalah karena golongan senyawa ini paling larut baik didalam pelarut ini dan yang paling prinsipil adalah tidak mengandung molekul air. Jika dalam larutan uji terdapat molekul air maka asam asetat anhidrat akan berubah menjadi asam asetat sebelum reaksi berjalan dan turunan asetil tidak akan terbentuk. Penambahan H2SO4 pekat bertujuan untuk mendekstruksi kompleks asetil steroid. H2SO4 pekat lebih bersifat reaktif jika bereaksi dengan steroid dibandingkan dengan asam asetat anhidrat. Hal ini dikarenakan kemampuan H2SO4 yang lebih mudah masuk mengatasi efek sterik yang besar dari molekul steroid sehingga senyawa kompleks yang dihasilkan lebih stabil dari kompleks asetil steroid.  Hasil menunjukkan bahwa fraksi kloroform tidak mengandung steroid ataupun terpenoid karena tidak terbentuk cincin kecoklatan/violet atau cincin biru kehijauan.
Langkah selanjutnya yaitu dilakukan uji toksisitas. Langkah ini perlu dilakukan agar dapat diketahui sampel yang diteliti dapat bersifat toksik atau tidak. Uji yang digunakan tautu uji bioassay dengan menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BST).
 Bioassay adalah suatu test atau uji yang menggunakan organisme hidup untuk mengetahui efektifitas suatu bahan hidup ataupun bahan organik dan anorganik terhadap suatu organisme hidup. Senyawa bioaktif hampir selalu toksik pada dosis tinggi, oleh karena itu daya bunuh in vivo  dari senyawa terhadap organisme hewan dapat digunakan untuk menapis ekstrak tumbuhan yang mempunyai bioaktivitas dan juga memonitor fraksi bioaktif selama fraksinasi dan pemurnian. Salah satu organisme yang sesuai untuk hewan uji adalah brine shrimp (udang laut).
Brine Shrimp Lethality Test (BST) merupakan metode yang menggunakan udang laut Artemia salina Leach yang mana  diajukan sebagai suatu bioassay sederhana untuk penelitian produk alamiah. Metode ini menggunakan hewan uji Artemia salina Leach yang merupakan udang-udangan primitif, sederhana dan efektif dalam ilmu biologi dan toksikologi. Prosedur penentuan LC50 dalam µg/ml dari ekstrak dilakukan dalam medium air asin. Besarnya aktivitas dari ekstrak ditunjukkan sebagai toksisitas terhadap larva udang. Dalam pengujian toksisitas ini digunakan metode BST karena memiliki keuntungan yaitu hasil yang diperoleh lebih cepat, tidak mahal, mudah pengerjaannya dari metode-metode yang lainnya karena tidak membutuhkan peralatan dan latihan khusus. Sampel yang digunakan pun relatif sedikit. Dimana efek toksik dapat diketahui atau dapat diukur dari kematian larva karena pengaruh bahan uji.
 Digunakan udang laut sebagai sampel karena udang laut (Artemia salina Leach) merupakan udang-udangan primitif, sederhana dan efektif dalam ilmu biologi dan toksikologi. Dimana efek toksisitas terhadap udang ini ditujukan dari besarnya aktivitas  ekstrak yang digunakan juga melihat dari  kecepatan pertumbuhan sel kanker dan merupakan salah satu media untuk uji coba kanker.
Adapun siklus hidup dari Artemia salina, dimulai dari kista atau telur, kemudian menjadi embrio, embrio ini masih akan melekat pada kulit kista, setelah menjadi embrio dia akan menjadi nauplii, nauplii inilah yang berenang bebas, dan memulai hidupnya, dan dalam fase ini, mulai mencari makanan untuk dirinya sendiri,  setelah itu menjadi Artemia dewasa, setelah dewasa, Artemia jantan dan Artemia betina bertemu dan mengalami perkembang biakan, dan lahirlah kembali kista ataupun telur. Pada penetasan telur larva diberikan pencahayaan lampu dimaksudkan untuk membantu proses penetasan larva udang. Aerator digunakn dalam percobaan ini dimaksudkan untuk menjaga oksigen terlarut sekitar 3 ppm. Digunakan air laut karena merupakan media hidup bagi larva udang atau dengan kata lain larva udang hanya dapat hidup dalam air laut, dilakukan juga replikasi dengan maksud untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat atau meyakinkan dan tetap ekonomis, walaupun sebenarnya replikasi tersebut dapat dilakukan lebih dari 3 kali.
Pengujian dilakukan pada hewan uji larva udang (Artemia salina) setelah berumur 48 jam, karena pada umur tersebut larva udang mengalami pertumbuhan yang cepat sehingga diasumsikan sebagai pertumbuhan sel yang abnormal.
LC50 adalah konsentrasi dari suatu senyawa kimia di udara atau dalam air yang dapat menyebabkan 50% kematian pada suatu populasi hewan uji atau makhluk hidup tertentu. Penggunaan LC50 dimaksudkan untuk pengujian ketoksikan dengan perlakuan terhadap hewan uji secara berkelompok yaitu pada saat hewan uji dipaparkan suatu bahan kimia melalui udara maka hewan uji tersebut akan menghirupnya atau percobaan toksisitas dengan media air. Nilai LC50 dapat digunakan untuk menentukan tingkat efek toksik suatu senyawa sehingga dapat juga untuk memprediksi potensinya sebagai antikanker.
Berdasarkan pada pemikiran bahwa efek farmakologi adalah toksikologi sederhana pada dosis yang rendah dan sebagian besar senyawa antitumor adalah sitotoksik, maka Brine Shrimp Lethality Test (BST) dapat digunakan sebagai uji pendahuluan senyawa antitumor. Senyawa yang mempunyai kemampuan membunuh larva udang diperkirakan juga mempunyai kemampuan membunuh sel kanker dalam kultur sel.
Hasil menunjukan bahwa, ekstrak L. camara dengan beberapa konsentrasi pengenceran yaitu 100 ppm, 200 ppm, 500 ppm, 1000 ppm, 2000 ppm, 3000 ppm, 4000 ppm, 5000 ppm dan 10.000 ppm.
Langkah berikutnya dilakukan pengujian aktivitas antibakteri. tujuan adalah untuk mengetahui uji aktivitas antimikroba melalui uji skrinning dan uji kadar hambat. Antibakteri atau antimikroba adalah bahan yang dapat membunuh atau menghambat aktivitas mikroorganisme dengan bermacam-macam cara. Senyawa antimikroba terdiri atas beberapa kelompok berdasarkan mekanisme daya kerjanya atau tujuan penggunaannya. Bahan antimikroba dapat secara fisik atau kimia dan berdasarkan peruntukannya dapat berupa desinfektan, antiseptik, sterilizer, sanitizer dan sebagainya. Senyawa antimikroba adalah zat yang dapat menghambat atau menghentikan mikroba. Zat antimikroba dapat bersifat bakterisidal (membunuh  bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang), ataupun germisidal (menghambat germinasi spora bakteri). Mekanisme daya kerja antimikroba terhadap sel dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu merusak dinding sel, mengganggu permeabilitas sel, merusak molekul  protein dan asam nuklet, menghambat aktivitas enzim, dan menghambat sintesa asam nukleat.
Uji skrining adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui mikroba apa saja yang dapat dihambat oleh ekstrak yang digunakan. Sedangkan uji difusi agar, Metode ini menggunakan piringan yang berisi cairan antibiotik diletakkan pada media Agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media Agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh antibiotik pada permukaan media Agar, digunakan sebagai pemadat, karena sifatnya yang mudah membeku dan mengandung karbohidrat yang berupa galaktam sehingga tidak mudah diuraikan oleh mikroorganisme.
Pertama- tama yang dilakukan adalah Uji skrining, pengamatan 1x24 jam terlihat tidak ada bakteri yang tumbuh. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak L.camara dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang digunakan. Sedangkan pada uji difusi agar,  pada paper-disc yang telah dicelupkan ke dalam larutan ekstrak terdapat area bening di sekitarnya. Penghitungan zona hambat antibaakteri dari ekstrak yaitu untuk bakteri S.Mutans yaitu 2,425 dan bakteri E.coli yaitu 2, 175. Zona bening ini dapat terbentuk karena senyawa antimikroba akan mengakibatkan pembentukan cincin, cincin hambatan di dalam area pertumbuhan  bakteri yang padat sehingga tidak ada bakteri yang tumbuh di dalam cincin tersebut. Hasil ini sesuai dengan literatur yakni Saponin yang terkandung dalam ekstrak L. camara merupakan glikosida  yang bekerja sebagai antibakteri dengan cara mengganggu stabilitas membran sel bakteri. Sementara Flavonoid dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan merusak permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom, dan lisosom sebagai hasil interaksi antara flavonoid dengan DNA bakteri. Tanin memiliki aktivitas antibakteri dengan cara merusak membran sel bakteri.
Setelah dilakukan uji aktivitas antibakteri, dilakukan lagi uji aktivitas sampel terhadap fungi. Fungi adalah mikroorganisme tidak berklorofil, berbentuk hifa atau sel tunggal, eukariotik, berdinding sel dari kitin atau selulosa, berproduksi seksual atau aseksual. Dalam dunia kehidupan fungi merupakan kingdom tersendiri, karena cara mendapatkan makanannya berbeda dengan organisme eukariotik lainnya yaitu melalui absorpsi. Sebagian besar tubuh fungi terdiri dari atas benang – benang yang disebut hifa, yang saling berhubungan menjalin semacam jala yaitu miselium.
Fungi yang digunakan yaitu Candida albicans adalah spesies cendawan patogen dari golongan deuteromycota. Spesies cendawan ini merupakan penyebab infeksi oportunistik yang disebut kandidiasis pada kulit, mukosa, dan organ dalam manusia. Beberapa karakteristik dari spesies ini adalah berbentuk seperti telur (ovoid) atau sferis dengan diameter 3-5 µm dan dapat memproduksi pseudohifa. Spesies C. albicans memiliki dua jenis morfologi, yaitu bentuk seperti khamir dan bentuk hifa. Selain itu, fenotipe atau penampakan mikroorganisme ini juga dapat berubah dari berwarna putih dan rata menjadi kerut tidak beraturan, berbentuk bintang, lingkaran, bentuk seperti topi, dan tidak tembus cahaya. Cendawan ini memiliki kemampuan untuk menempel pada sel inang dan melakukan kolonisasi.
Zona Hambat merupakan tempat dimana bakteri terhambat pertumbuhannya akibat antibakteri atau antimikroba. Jamur yang digunakan yaitu jamur C. albicans karena bersifat invesif dan toksigenik, menimbulkan infeksi pada penderita yang menginfeksi organ kewanitaan. pengujian aktivitas terhadap jamur C. albicans ini mengunakan media cair.
PDA (Potato Dextrose Agar) adalah media cair yang digunakan untuk pertumbuhan jamur, salah satunya C.albicans dan dapat digunakan untuk isolasi jamur tersebut karena mengandung semua unsur senyawa esensial untuk pertumbuhan.
Untuk melakukan langkah selanjutnya, harus dilakukan sterilisasi alat dan bahan yang akan digunakan, sterilisasi dilakukan secara panas basah dengan menggunaka autoklaf pada tekanan  2 atm selama 15 menit pada suhu 121°C, hal ini bertujuan agar alat dan bahan yang akan digunakan terbebas dari mikroba (steril), karena pada pemanasan pada waktu, suhu dan tekanan tersebut semua jenis mikroba dapat dipastikan telah mati, kecuali jenis mikroba tertentu yang dapat hidup pada suhu yang tinggi.
Sebelum melakukan praktikum tangan dan meja harus disemprot terlebih dahulu dengan menggunakan alkohol 70%, hal ini bertujuan untuk meminimalisir adanya cemaran mikroba, perlakuan tersebut berlaku untuk setiap kali melakukan praktikum setelah dilakukan sterilisasi. jamur tersebut kemudian ditumbuhkan dalam media PDA.
Pada uji aktivitas ekstrak L.camara menggunakan metode disc diffusion, karena metode ini lebih efisien jika dibandingkan dengan metode hole plate, dalam arti pada metode tersebut ekstrak L.camara tidak akan mengalami tumpah saat diinkubasi, sehingga zona bening yang akan terbentuk nantinya juga akan lebih sempurna.
Setelah proses praktikum selesai. Cawan petri dibungkus dengan kertas coklat, ditali dengan benang dan di inkubasi. Dalam proses inkubasi cawan petri dibalik hal ini dikarenakan agar air uapan pada cawan tidak menetes pada media. Hasil akhir dari pengamatan yang dilakukan, didapatkan pada praktikum ini yaitu ekstrak L. Camara L. Tidak mempunyai daya hambat terhadap jamur C.albicans.



        

BAB V

PENUTUP

A.     Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum ini yaitu :
1.      Pembuatan simplisia harus memenuhi standar yang berlaku yaitu GAP (good agriculture practice), atau cara penanaman dan pemanenan yang benar dan GMP (good manufacturing practice) atau cara pembuatan dan produksi obat bahan alam yang benar.
2.      Prinsip ekstraksi komponen kimia dari bahan alam yaitu  selama proses perendaman sampel, akan terjadi proses pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan di dalam dan di luar sel. Sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan senyawa akan terekstraksi sempurna. Sehingga senyawa zat aktif dapat terekstrak keluar bersama cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif didalam sel dan diluar sel, maka larutan terpekat akan terdesak keluar. Peristiwa ini berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dan didalam sel.
3.      Prinsip Ekstraksi cair-cair adalah pemisahan sebagian terjadi ketika sejumlah zat terlarut mempunyai kelarutan relatif yang berbeda di dalam dua pelarut yang digunakan.
4.      Dilakukan uji kandungan kimia ekstrak bahan alam yaitu ekstrak etanol L.camara meliputi uji alkaloid, terpenooid, steroid, flavonoid, dan saponin.
5.      Prinsip pengujian toksisitas ekstrak bahan alam adalah berdasarkan jumlah larva yang mati (mortilitas) nya dalam berbagai konsentrasi ekstrak.  Nilai LC50 dari ekstrak bungan Lantana camara yaitu 6,3 x 1015 mg/L
6.      Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum ini yaitu daya hambat mikroba digunakan bakteri S.mutans dan E.coli. Diperoleh zat yang memiliki zona hambat terbesar hasilnya berturut-turut adalah 24,75 mm dan 21,75 mm
7.      Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum ini yaitu tidak adanya zona hambat yang dapat diamati, hal ini disebabkan karena ekstrak yang terlalu pekat sulit berdifusi ke dalam agar. Faktor lainnya misalnya adalah tebal tipisnya media agar, kondisi murni kultur jamur, suhu inkubasi dan kecepatan penyerapan panas inkubator pada tiap cawan dapat berbeda tergantung ketebalan cawan petri. Selain itu, ukuran penghambatan dipengaruhi oleh sensitivitas organisme, medium kultur, kondisi inkubasi, dan kecepatan difusi agar.
B.     Saran
Diharapkan agar para peneliti di bidang ini memperhatikan cara pengambilan atau pemanenan sampel karena akan mempengaruhi kualitas simplisia.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Penuntun Praktikum Fitokimia. Universitas Halu Oleo. Kendari.

Assagaf, Muhammad., Pudji Hastuti., Chusnul Hidayat., Supriyadi., 2012, Perbandingan Ekstraksi Oleoresin Biji Pala (Myrictica fragrans Houtt) Asal Maluku Utara Menggunakan Metode Maserasi Dan Gabungan Distilasi – Maserasi, Agritech, 32 (3).

Brander, 1991. Veternary Aplied Pharmacology and Therapeutics, 5nd Ed. ELBS, Ballere Tindall, 45-50. 

Bulan, R., 2004, Lantaden XR Glikosida dari Daun Lantana camara L, Jurnal Matematika dan Sains, 9 (1), Hal. 1-2.

Damayanti, Astrilia., Endah, A.F., 2012, Pemungutan Minyak Atsiri Mawar (Rose Oil) Dengan Metode Maserasi, Jurnal Bahan Alam Terbarukan, 1 (2).

Ditjen POM, Farmakope Indonesia edisi IV, Departemen Kesehatan, Jakarta.

Gandjar, Indrawati. 2002. Mikologi  Dasar dan Terapan. Jakarta: Erlangga.

Hayati, E.K., Budi, U.S., Hermawan, R., 2012, Konsentrasi Total Senyawa Antosianin Ekstrak Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) : Pengaruh Temperatur dan pH, Jurnal Kimia. 6 (2), Hal. 141.

Hermilasari R.D., Sri W., Rita R., 2012. Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang Kencur (Kaempferia galanga Linn.) Dalam Menghambat Pertumbuhan Candida albicans Isolat 218-Sv Secara In Vitro. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.

Hidayati, Nur A., 2008, Kandungan Kimia dan Uji Antiinflamasi Ekstrak Etanol Lantana camara L. pada Tikus Putih (Rattus norvegicus L.) Jantan, Bioteknologi, 5 (1), Hal. 2.

Kalita,et all. 2012. A Review on Medicinal Properties of Lantana camara Linn. Journal Pharm and Technology. ISSN 0974-3618

Kumar, D., 2012, Pharmacognostic study of Lantana camara L. Root, Asian Pacific Journal of Tropical Disease.

Lengkana, dewi. 2002. Toksisitas Tanaman Ekstrak Cente Manis ( Lantana Camara L.. Jurnal Pendidikan MIPA. Vol.2 No.1

Lonare, 2012, Lantana Camara: Overview On Toxic To Potent Medicinal Properties, International Journal of Pharmaceutical Sains and Research, 3 (9), Hal. 3031.

Mailoa, M.N., Meta M., Amran L., Natsir D., 2013, Tannin Extract Of Guava Leaves (Psidium guajava L) Variation With Concentration Organic Solvents, International Journal Of Scientific & Technology Research, 2 (9), Hal. 106-107

Mamta, S., 2012, Phytochemical Screening Of Acorus Calamus And Lantana camara, International Research Journal Of Pharmacy, 3 (5), Hal. 324.

Meyer, Laughlin and Ferrigni, 1982. Brine Shrimp : Convenient General Bioassay for Active Constituens, Planta Medica, Vol.45.

Nageen, L.A., Gupta N.V., Natasha N.S., Bhat R.S., Yogita P., 2012, Comparison of Quality Requirements for Sterile Product Manufacture as per International Regulatory Agencies, Int.J.Pharm.Phytopharmacol.Res Vol. 1 No. 4.

Nasution.,B.,R., 2003. Skirining Toksisitas Beberapa Fraksi Metanol Dari Daun Lantana Camara L.,. Jurnal Sains Kimia. 7 (2)

Rohman,. A., 2009. Kromatografi untuk Analisis Obat. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Rowley, Stephen dan Simon Clarey, 2009, Improving Standards of Aseptic Practice Through an ANTT Trust-Wide Implementation Process a Matter of Prioritisation and Care, Journal of Infection Preventin, Vol. 10

Salmayanti., 2013, Pengaruh Konsentrasi Dan Lama Perendaman Bahan Pengawet Daun Tembelekan (Lantana camara L.) Pada Kayu Bayur (Pterospermum sp.) Terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes sp.), Warta Rimba, 1 (1), Hal. 1.

Saxena.,et all. 2012. A Brief Review On: Therapeutical Values Of Lantana Camara Plant. International Journal Of Pharmacy & Life Sciences. Issn: 0976-7126

Setabudy. 1995. Antimikroba golongan tetrasiklin dan kloramfenikol dalam farmakologi dan terapi, edisi IV, bagian Farmakologi dan Terapi FKUI. Jakarta.

Siregar, Yusraini, Dian, Inayati., Nurlela, 2011, Ekstraksi dan Uji Stabilitas Zat Warna Alami dari Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L) dan Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa L), Valensi, 2 (3), Hal. 459, 461.
Sohani, N. Z., 2012, Bioactivity Of Lantana camara L. Essential Oil Against Callosobruchus Maculatus (Fabricius), Chilean Journal Of Agricultural Research, 72 (4), Hal. 502.

Sohani, N. Z., 2012, Bioactivity Of Lantana camara L. Essential Oil Against Callosobruchus Maculatus (Fabricius), Chilean Journal Of Agricultural Research, 72 (4), Hal. 502.

Surahma, Emma, Esther Mandalas dan Endah Ismu K., 2008, Evaluasi Penggunaan Sediaan Farmasi Intravena Untuk Penyakit Infeksi Pada Salah Satu Rumah Sakit Swasta Di Kota Bandung, Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. V, No. 1.

Sutopo, 2012, Identifikasi Tumbuhan Lantana Camara, Skripsi, Universitas Sumatera Utara.

Wardani,.R., S., Mifbakhuddin, Kiky Y., 2010. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Daun Tembelekan (Lantana Camara) Terhadap Kematian Larva Aedes Aegypti. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah;  Semarang

Warsinah, Eka K., Sunarto. 2011. Identifikasi Senyawa Antifungi Dari Kulit Batang Kecapi (Sandoricum koetjape) Dan Aktivitasnya Terhadap Candida albicans. Majalah Obat Tradisional.  16(3).

Yazid,. E,. 2005. Kimia Fisika untuk Paramedis. Andi. Yogyakarta.

Yuliarti Nurheti.  2006. Sehat Cantik Bugar dengan Herbal dan Obat Tradisional. Penerbit Andi ; Jakarta.