Rabu, 04 November 2015

PENENTUAN KADAR ALKALOIDA KOFEIN DALAM DAUN TEH SECARA EKSTRAKSI PELARUT



LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI
PERCOBAAN I
PENENTUAN KADAR ALKALOIDA KOFEIN DALAM DAUN TEH SECARA EKSTRAKSI PELARUT
O L E H 

NAMA                                   : KARMILA WATI
STAMBUK                           : F1F1 12 105
KELOMPOK                        : III (TIGA)
ASISTEN                               : SARLAN S.Si

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2014

PERCOBAAN I
PENENTUAN KADAR ALKALOIDA KOFEIN DALAM DAUN TEH SECARA EKSTRAKSI PELARUT

A.  Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan kadar alkaloida kofein dalam daun teh secara ekstraksi pelarut.
B.  Landasan Teori
Metabolit sekunder juga dikenal sebagai hasil alamiah metabolisme. Hasil dari metabolisme sekunder biasanya tidak untuk semua sel secara keseluruhan, tetapi hanya untuk beberapa sel tertentu. Hasil dari metabolit sekunder lebih kompleks dibandingkan dengan metabolit primer. Berdasarkan asal biosintetiknya, metabolit sekunder dapat dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yakni terpenoid (termasuk triterpenoid, steroid, dan saponin), alkaloid, dan senyawa-senyawa fenol (termasuk flavonoid dan tanin). Alkaloid biasanya didapati sebagai garam organik dalam tumbuhan dalam bentuk senyawa padat berbentuk Kristal dan kebanyakan berwarna. Pada daun atau buah segar biasanya keberadaan alkaloid memebrikan rasa pahit di lidah (Simbala, 2009).
Kebanyakan alkaloid yang telah diisolasi berupa padatan kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Sedikit alkaloid berbentuk amorf dan beberapa seperti nikotin dan koiini berupa cairan. Kebanyakan alkaloid tidak berwarna, tetapi beberapa senyawa yang kompleks, spesies aromatis, berwarna contoh berberin berwarna kuning dan betanin merah. Pada umumnya, basa bebas alkaloid hanya larut dalam pelarut organik, meskipun pseudo dan protoalkaloid larut daam air. Kebanyak alkaloid bersifat basa. Sifat trsebut tergantung pada adanya pasangan electron pada nitrogen. Jika gugus fungsional yang berdekatan dengan nitrogen bersifat melepaskan electron, contoh gugus alkil, maka ketersediaan electron pada nitrogen naik dan senyawa lebih bersifat basa. Sebaliknya bila gugus fungsional yang berdekatan bersifat menarik elektron (contoh gugus karboni), maka ketersediaan elektron berpasangan berkurang dan pengaruh yang ditimbulkan alkaloid dapat bersifat netral atau bahkan sedikit asam (Pranata, 1997).
Tanaman teh berdasarkan taksonomi termasuk golongan divisi: Spermatophyta, sub divisi: Angiospermae, kelas: Magnoliopsida, subkelas: Dilleniidae, ordo: Tehales, suku: Tehaceae, genus: Camellia, spesies: sinensis. Jenis teh sangat beragam, begitu juga dengan kualitas hasil olahannya. Namun, umumnya jenis teh dibagi menjadi tiga berdasarkan waktu dari lamanya proses fermentasi yaitu, teh hijau dibuat tanpa melalui proses fermentasi, teh oolong dihasilkan melalui proses semi fermentasi, dan teh hitam dibuat melalui proses fermentasi. Kandungan dalam teh beraneka ragam antara lain kafein, teofilin, vitamin K, vitamin C, vitamin A, vitamin B (B1, B2, B6), K, Na, Mn, Cu, F, flavonoid, dan tannin. Kadar kafein dalam daun teh sekitar 2% (Nersyanti, 2006).
Pada  daun  teh  terkandung beberapa jenis vitamin antara lain vitamin  A,  Bl,  B2,  B3,  B5,  C,  E, dan K. Pada umumnya vitamin-vitamin tersebut   sangat peka terhadap proses oksidasi dan suhu yang tinggi, sehingga kandungan vitamin tersebut pada teh hijau (tanpa oksidasi) jauh lebih tinggi dari pada teh hitam. Selain  itu teh hijau mempunyai kandungan  vitamin  B  (B1, B2, B3 dan B5) sepuluh kali lebih besar dibandingkan dengan yang terdapat pada serealia dan sayur. Begitupun kandungan vitamin C lebih  tinggi dari buah apel, tomat ataupun jeruk, sehingga meminum  dua cangkir teh hijau akan setara dengan meminum segelas besar jus jeruk murni. Adapun dalam satu cangkir teh hijau mengandung vitamin E sebanyak 100-200 ml    dan  vitamin K sebanyak 300-500 ru (Hartono., 2013).
Kofein (1,3,7-trimetil xantin) merupakan salah satu drivat xantin yang mempunyai daya kerja sebagai stimulant sistem saraf pusat, stimulant obat jantung, relaksasi otot polos, dan meningkatkan dieresis, dengan tingkatan yang berbeda. Efek kofein dapat meningkat apabila berinteraksi dengan beberapa jenis obat, antara lain obat asma (epinefrin/teofilin), pil KB, antidepresan, antipsikotika, simetidin. Akibatnya mungkin terjadi kofeinisme disertai gejala gelisah dan mudah terangsang, sakit kepala, tremor, pernapasan cepat, dan insomnia. Orang yang minum minuman mengandung kofein dapat menghilangkan rasa letih, lapar, mengantuk (Hartono, 2009).
Kofein adalah substansi alamiah yang terkandung dalam berbagai bagian tanaman seperti pada daun teh, daun mate, biji kopi, biji coklat, biji kola dan biji guarana. Pada tanaman kopi, bagian yang banyak menghasilkan kofein adalah bijinya. Biji kopi yang disangrai mengandung kofein sekitar 0.7 – 1.7 %. Dilihat dari sifat fisikanya, kofein apabila dipanaskan akan dapat menyublim yaitu pada suhu 178 – 180 0C dan pada tekanan 1 atm (Dira, 2012).
Kafein adalah salah satu jenis alkaloid yang banyak terdapat dalam biji kopi, daun teh, dan biji coklat. Kafein memiliki efek farmakologis yang bermanfaat secara klinis, seperti menstimulasi susunan syaraf pusat, relaksasi otot polos terutama otot polos bronkus dan stimulasi otot jantung. Berdasarkan efek farmakologis tersebut, kafein ditambahkan dalam jumlah tertentu ke minuman. Efek berlebihan (over dosis) mengkonsumsi kafein dapat menyebabkan gugup, gelisah, tremor, insomnia, hipertensi, mual dan kejang (Maramis K., dkk., 2013).
















C.    Alat Dan Bahan
1.      Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu :
·         Buret
·         Erlenmeyer
·         Filler
·         Gelas kimia 500 mL
·         Gelas ukur 100 mL
·         Labu takar 100 mL
·         Pipet tetes
·         Pipet volume
·         Spatula
·         Statif dan klem
·         Timbang analitik
·         Water bath
2.      Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu :
·         Ammonia
·         Ekstrak daun teh
·         H2SO4
·         Indikator PP dan metilen merah
·         Kloroform
·         NaOH

D.  Prosedur Kerja








 



















                                            
                                          Hasil Pengamatan…?


E.  Hasil Pengamatan
a.       Tabel Pengamatan
No.
Perlakuan
Hasil
1
Daun teh dikeringkan + dihaluskan + etanol 96% + disaring
Maserat daun teh
2
Maserat daun teh + 20 mL H2SO4 0,2 N + Didiamkan selama 1 menit sampai terpisah menjadi 2 lapisan + diambil lapisan bawah + dimasukkan dalam erlenmeyer + ammonia 10 mL + dikeringkan
Ekstrak kering
3
Ekstrak kering + 1 pipet kloroform + 15 mL H2SO4 0,2 N + indikator metilen red + dititrasi dengan NaOH


b.      Data Perhitungan

·         Volume NaOH yang digunakan

N (H2SO4) x V (H2SO4)  = N (NaOH) x V (NaOH)

0,5 N x 15 ml            = 0,2 N x V (NaOH)

V (NaOH)                  = 37,5 ml

·         Mol ekuivalen H2SO4
V (H2SO4) X N (H2SO4)awal = 20 ml x 0,5 N = 10 mmol
Mol ekuivalen akhir           = V (H2SO4) x (H2SO4)akhir
          =  15 ml x 0,5 N
        =  7,5 mmol


·         Mol H2SO4 yang bereaksi
Mol H2SO4 yang bereaksi = Mol ekuivalen awal – Mol ekuivalen akhir
                                                  =  10 mmol – 7,5 mmol
                                                  =   2,5 mmol
·         Massa kafein dalam sampel
Massa kafein dalam sampel    = Mol H2SO4 x Mr Kafein
                                                       = 0,025 mol x 194,19 gram/mol
                                                       =  4,85475 gram
·         Kadar kafein















F.     Pembahasan
Metabolit sekunder adalah senyawa metabolit yang tidak esensial bagi pertumbuhan organisme dan ditemukan dalam bentuk yang unik atau berbeda-beda antara spesies yang satu dan lainnya. Setiap organisme biasanya menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang berbeda-beda, bahkan mungkin satu jenis senyawa metabolit sekunder hanya ditemukan pada satu spesies dalam suatu kingdom. Senyawa ini juga tidak selalu dihasilkan, tetapi hanya pada saat dibutuhkan saja atau pada fase-fase tertentu. Fungsi metabolit sekunder adalah untuk mempertahankan diri dari kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, misalnya untuk mengatasi hama dan penyakit, menarik polinator, dan sebagai molekul sinyal.
Sebagian besar tanaman penghasil senyawa metabolit sekunder memanfaatkan senyawa tersebut untuk mempertahankan diri dan berkompetisi dengan makhluk hidup lain di sekitarnya. Tanaman dapat menghasilkan metabolit sekunder (seperti: quinon, flavonoid, tanin, dll.) yang membuat tanaman lain tidak dapat tumbuh di sekitarnya. Hal ini disebut sebagai alelopati. Berbagai senyawa metabolit sekunder telah digunakan sebagai obat atau model untuk membuat obat baru, contohnya adalah kafein, aspirin yang dibuat berdasarkan asam salisilat yang secara alami terdapat pada tumbuhan tertentu. Manfaat lain dari metabolit sekunder adalah sebagai pestisida dan insektisida, contohnya adalah rotenon dan rotenoid. Beberapa metabolit sekunder lainnya yang telah digunakan dalam memproduksi sabun, parfum, minyak herbal, pewarna, permen karet, dan plastik alami adalah resin, antosianin, tanin, saponin, dan minyak volatile.
Kafein merupakan alkoloid dengan nama 1,1,7-trimetil xanthina. Kafein berfungsi sebagai stimulan. Merupakan hablur yang pahit dengan warna putih mengkilat, kristal menjarum dengan titik mencair atau titik leleh 236°C, dan tidak berbau. Kafein terdapat pada teh, kopi, cola, mente, dan cokelat, selain itu kafein juga diperoleh dari sintesa kimia. Kadar kafein dalam teh lebih besar dari pada dalam kopi. Kadar kafein dalam teh berkisar antara 2-4%, sedangkan dalam kopi hanya 0,5%. Kafein dapat bereaksi dengan iodium secara adisi, sehingga kadar kafein dapat dihitung dengan menggunakan larutan iodium. Untuk reaksi adisi dengan kafein digunakan iodium berlebih. Iodium dianalisa dengan titrasi reduksi.
Kafein merupakan zat stimulan ringan yang dapat menyebabkan jantung jadi berdebar dan menghilangkan rasa kantuk, banyak orang yang telah mengkonsumsi kafein menjadi lebih enerjik dan bersemangat. Terlalu banyak mengkonsumsi kafein menyebabkan gelisah, sensitif, insomnia, dan tremor. Kafein dapat bersifat racun. Kafein didapatkan dari isolasi daun teh.  Dalam daun teh tidak hanya mengandung kafein tapi juga substansi lain seperti celulose. Warna coklat dari larutan coklat berasal dari pigmen flavonoid dan klorofil. Walaupun klorofil larut dalam metilen clorida, tetapi kebanyakan substansi lain dalam teh
Kerangka kafein berasal dari nukleotida purin yang dikonversi ke xanthosin, yang pertama dilakukan menengah dalam jalur biosintesis kafein. Setidaknya ada empat rute dari purin nukleotida untuk xanthosine yang ada. Bukti menunjukkan bahwa rute yang paling penting adalah produksi xanthosine dari inosin 5'-monofosfat, berasal dari de novo purin nukleotida biosintesis, dan jalur dalam yang adenosin, yang dibebaskan dari S-Lhomocysteine ​​adenosyl- (SAH), diubah menjadi xanthosine melalui adenin, adenosin 5'-monofosfat, inosin 5'-monofosfat dan xanthosine 5'-monofosfat. Struktur kafein digambarkan sebagai berikutn :
Semua atom nitrogen kafeina pada dasarnya planar (hibridisasi orbital sp2), menyebabkan molekul kafeina bersifat aromatik. Karena kafeina dengan mudah didapatkan sebagai produk samping proses dekafeinasi, kafeina biasanya tidak disentesis secara kimiawi. Apabila diperlukan, kafeina dapat disintesis dari dimetilurea dan asam malonat. Kafein dalam tanaman disintesis dari xanthosin melalui 3 tahap N-metilasi, dimana tahap metilasi ini dibantu oleh aktivitas enzim yaitu enzim metil transferase. Berikut adalh biosintesis xantin :
Caffeine_biosynthesis.jpg
Di dalam tubuh, kafein berkhasiat menstimulasi sistem saraf pusat dengan efek menghilangkan rasa letih, lapar dan mengantuk, juga daya konsentrasi dan kecepatan reaksi yang ditingkatkan, serta prestasi otak dan suasana jiwa diperbaiki. Kerjanya terhadap kulit otak lebih ringan dan singkat daripada amfetamin. Kafein juga berefek inotrop positif terhadap jantung (memperbaiki daya kontraksi), vasodilatasi perifer dan diuretis, juga bersifat menghambat enzim fosfodiesterase.
Paercobaan ini dilakukan penentuan kandungan alkaloid kafein dalam daun teh dengan ekstraksi pelarut. Percobaan ini diawali dengan mengeringkan daun teh sehingga dapat mengurangi kandungan air di dalam sampel dan mencegah terjadinya reaksi enzimatik agar bakteri tidak mudah tumbuh. Sampel juga dihaluskan menjadi serbuk kasar untuk memperluas sudut kontak permukaan sehingga luas kontak antara serbuk daun dan pelarut yang digunakan untuk ekstraksi menjadi lebih besar. Ketika luas kontaknya besar, maka senyawa yang ditarik oleh pelarut dari dalam sampel diperoleh lebih banyak.
Tahap selanjutnya yaitu ektraksi. Ekstraksi merupakan metode pemisahan senyawa yang melibatkan proses pemindahan satu atau lebih senyawa dari satu fasa ke fasa lain yang juga didasarkan pada sifat kelarutannya. Ekstraksi terdiri atas tiga jenis. Ekstraksi padat-cair biasa mengekstrak zat padat dari zat cair. Pada praktikum ini dilakukan ekstraksi padat-cair kafein dari the, yaitu pada saat maserasi dan ekstraksi cair-cair yang prinsipnya ialah suatu senyawa kurang larut dalam pelarut yang satu dan sangat larut dalam pelarut lainnya. Pada praktikum dilakukan ekstraksi cair-cair pada corong pisah.
Maserasi merupakan metode perendaman sampel dengan menggunakan pelarut organik, yaitu kloroform. Pemilihan pelarut kloroform ialah karena senyawa yang hendak diambil, yaitu kafein bersifat larut dalam kloroform. Maserasi dilakukan pada suhu kamar mengakibatkan mudah terdistribusi ke dalam sel sampel. Pada proses ini, dalam  sampel akan terjadi kontak antara sampel dan pelarut yang cukup lama. Pemisahan dilakukan dengan maserasi karena metode pengerjaan ini mudah dan peralatan yang digunakan sederhana. Hasil dari maserasi menghasilkan maserat yang selanjutnya akan diekstraksi cair-cair menggunakan corong pisah. Kemudian ke dalam corong pisah dan ditambahkan asam sulfat 0,5 N. Penambahan asam sulfat 0,5 N berfungsi untuk mengikat alkaloid menjadi garam alkaloid.
Hasil ekstraksi fase air selanjutnya ditambahkan dengan amonia 10%  dan kloroform. Ammonia berfungsi untuk membasakan dan pengendapan alkaloid sehingga diperoleh alkaloid dalam bentuk garamnya atapun alkaloid dalam bentuk basa bebas, sedangkan kloroform menarik senyawa kafein dalam sampel. Pada saat penambahan kloroform akan terbentuk 2 lapisan, lapisan paling bawah adalah kloroform yang memiliki massa jenis yang lebih besar, sedang lapisan atas adalah asam sulfat. Alkaoid dalam daun teh akan bereaksi dengan NH3 dengan menarik H+ dan membentuk alkaloid bebas dalam kloroform sedangkan amonia akan terpisah ke dalam fase yang lain.
Fase klorofom dari proses ekstraksi dipisahkan dan diuapkan di atas waterbath. Residu yang terbentuk kemudian dilarutkan  dalam beberapa mililiter kloroform dan ditambahkan larutan baku H2SO4 0,2 N yang akan bereaksi dengan kafein serta ditambahkan indikator metil red. Panambahan indikator tersebut untuk menandai ekuvalen dan titik akhir titrasi. Kelebihan asamnya dengan reaksi netralisasi menggunakan NaOH 0,2 N yang akan bereaksi dengan kafein dan melalui volume NaOH yang digunakan, dapat diketahui kadar kafein dalam sampel yang diamati. Jika NaOH telah habis bereaksi dengan analit (kafein), maka NaOH tersebut akan bereaksi dengan indikator dan akan terjadi perubahan dari warna merah menjadi bening yang menandakan bahwa titik akhir titrasi telah tercapai dan titrasi harus dihentikan, ampai kadar kafein didapatkan.
DAFTAR PUSTAKA

Dira. 2012. “Isolasi Kofein dari Daun Kopi (Coffea Arabica L.)”. Scientia. Vol.2 (1). Padang.

Hartono E., 2013. Kandungan senyawa kimia pada daun the Cemellia sinensis. Jurnal warna penelitian dan pengembangan tanamn industry. Vol 19(3). Hal. 1.

Hartono, Elina. 2009. “Penetapan Kadar Kafein Dalam Biji Kopi Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi”. Biomedika. Vol. II(1).

Maramis K., Citraningtyas G., dan Wehantouw., 2013. Analisis Kafein Dalam Kopi Bubuk Di Kota Manado Menggunakan Spektrofotometri Uv-Vis. Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 2(4). ISSN 2302-2493. Hal.122.

Nersyanti, Fenri. 2006. “Spektrofotometri Dervatif Ultraviolet Untuk Penentuan Kadar Kafein Dalam Minuman Suplemen Dan Ekstrak Teh”. Skripsi. Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bogor. Bogor.

Pranata, F. Sinung. 1997. “Isolasi Alkaloid dari Bahan Alam (Alkaloid Insulation of Natural Materials)”. Biota. Vol. II(2).

Simbala, H. E. I. 2009. “Analisis Sennyawa Alkaloid Beberapa Jenis Tumbuhan Obat Sebagai Bahan Aktif Fitofarmaka”. Pacific Journal. Vol. I(4).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar