LAPORAN
PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI
PERCOBAAN
I
PENENTUAN
KADAR ALKALOIDA KOFEIN DALAM DAUN TEH SECARA EKSTRAKSI PELARUT

O
L E H
NAMA :
KARMILA WATI
STAMBUK :
F1F1 12 105
KELOMPOK :
III (TIGA)
ASISTEN :
SARLAN S.Si
JURUSAN
FARMASI
FAKULTAS
FARMASI
UNIVERSITAS
HALUOLEO
KENDARI
2014
PERCOBAAN I
PENENTUAN KADAR ALKALOIDA KOFEIN DALAM DAUN TEH
SECARA EKSTRAKSI PELARUT
A. Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan kadar alkaloida kofein dalam daun teh secara ekstraksi pelarut.
B. Landasan
Teori
Metabolit sekunder juga
dikenal sebagai hasil alamiah metabolisme. Hasil dari metabolisme sekunder
biasanya tidak untuk semua sel secara keseluruhan, tetapi hanya untuk beberapa
sel tertentu. Hasil dari metabolit sekunder lebih kompleks dibandingkan dengan
metabolit primer. Berdasarkan asal biosintetiknya, metabolit sekunder dapat
dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yakni terpenoid (termasuk triterpenoid,
steroid, dan saponin), alkaloid, dan senyawa-senyawa fenol (termasuk flavonoid
dan tanin). Alkaloid biasanya didapati sebagai garam organik dalam tumbuhan
dalam bentuk senyawa padat berbentuk Kristal dan kebanyakan berwarna. Pada daun
atau buah segar biasanya keberadaan alkaloid memebrikan rasa pahit di lidah
(Simbala, 2009).
Kebanyakan
alkaloid yang telah diisolasi berupa padatan kristal dengan titik lebur
tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Sedikit alkaloid berbentuk amorf
dan beberapa seperti nikotin dan koiini berupa cairan. Kebanyakan alkaloid
tidak berwarna, tetapi beberapa senyawa yang kompleks, spesies aromatis,
berwarna contoh berberin berwarna kuning dan betanin merah. Pada umumnya, basa
bebas alkaloid hanya larut dalam pelarut organik, meskipun pseudo dan
protoalkaloid larut daam air. Kebanyak alkaloid bersifat basa. Sifat trsebut
tergantung pada adanya pasangan electron pada nitrogen. Jika gugus fungsional
yang berdekatan dengan nitrogen bersifat melepaskan electron, contoh gugus
alkil, maka ketersediaan electron pada nitrogen naik dan senyawa lebih bersifat
basa. Sebaliknya bila gugus fungsional yang berdekatan bersifat menarik
elektron (contoh gugus karboni), maka ketersediaan elektron berpasangan
berkurang dan pengaruh yang ditimbulkan alkaloid dapat bersifat netral atau
bahkan sedikit asam (Pranata, 1997).
Tanaman
teh berdasarkan taksonomi termasuk golongan divisi: Spermatophyta, sub divisi:
Angiospermae, kelas: Magnoliopsida, subkelas: Dilleniidae, ordo: Tehales, suku:
Tehaceae, genus: Camellia, spesies: sinensis. Jenis teh sangat
beragam, begitu juga dengan kualitas hasil olahannya. Namun, umumnya jenis teh
dibagi menjadi tiga berdasarkan waktu dari lamanya proses fermentasi yaitu, teh
hijau dibuat tanpa melalui proses fermentasi, teh oolong dihasilkan melalui
proses semi fermentasi, dan teh hitam dibuat melalui proses fermentasi.
Kandungan dalam teh beraneka ragam antara lain kafein, teofilin, vitamin K,
vitamin C, vitamin A, vitamin B (B1, B2, B6), K, Na, Mn, Cu, F, flavonoid, dan
tannin. Kadar kafein dalam daun teh sekitar 2% (Nersyanti, 2006).
Pada daun
teh terkandung beberapa jenis
vitamin antara lain vitamin A, Bl,
B2, B3, B5,
C, E, dan K. Pada umumnya
vitamin-vitamin tersebut sangat peka
terhadap proses oksidasi dan suhu yang tinggi, sehingga kandungan vitamin
tersebut pada teh hijau (tanpa oksidasi) jauh lebih tinggi dari pada teh hitam.
Selain itu teh hijau mempunyai
kandungan vitamin B (B1,
B2, B3 dan B5) sepuluh kali lebih besar dibandingkan dengan yang terdapat pada
serealia dan sayur. Begitupun kandungan vitamin C lebih tinggi dari buah apel, tomat ataupun jeruk,
sehingga meminum dua cangkir teh hijau
akan setara dengan meminum segelas besar jus jeruk murni. Adapun dalam satu
cangkir teh hijau mengandung vitamin E sebanyak 100-200 ml dan
vitamin K sebanyak 300-500 ru (Hartono., 2013).
Kofein
(1,3,7-trimetil xantin) merupakan salah satu drivat xantin yang mempunyai daya
kerja sebagai stimulant sistem saraf pusat, stimulant obat jantung, relaksasi
otot polos, dan meningkatkan dieresis, dengan tingkatan yang berbeda. Efek
kofein dapat meningkat apabila berinteraksi dengan beberapa jenis obat, antara
lain obat asma (epinefrin/teofilin), pil KB, antidepresan, antipsikotika,
simetidin. Akibatnya mungkin terjadi kofeinisme disertai gejala gelisah dan
mudah terangsang, sakit kepala, tremor, pernapasan cepat, dan insomnia. Orang
yang minum minuman mengandung kofein dapat menghilangkan rasa letih, lapar,
mengantuk (Hartono, 2009).
Kofein
adalah substansi alamiah yang terkandung dalam berbagai bagian tanaman seperti
pada daun teh, daun mate, biji kopi, biji coklat, biji kola dan biji guarana.
Pada tanaman kopi, bagian yang banyak menghasilkan kofein adalah bijinya. Biji
kopi yang disangrai mengandung kofein sekitar 0.7 – 1.7 %. Dilihat dari sifat
fisikanya, kofein apabila dipanaskan akan dapat menyublim yaitu pada suhu 178 –
180 0C dan pada tekanan 1 atm (Dira, 2012).
Kafein
adalah salah satu jenis alkaloid yang banyak terdapat dalam biji kopi, daun
teh, dan biji coklat. Kafein memiliki efek farmakologis yang bermanfaat secara
klinis, seperti menstimulasi susunan syaraf pusat, relaksasi otot polos
terutama otot polos bronkus dan stimulasi otot jantung. Berdasarkan efek
farmakologis tersebut, kafein ditambahkan dalam jumlah tertentu ke minuman.
Efek berlebihan (over dosis) mengkonsumsi kafein dapat menyebabkan
gugup, gelisah, tremor, insomnia, hipertensi, mual dan kejang (Maramis K., dkk., 2013).
C.
Alat Dan Bahan
1.
Alat
Alat
yang digunakan pada percobaan ini yaitu :
·
Buret
·
Erlenmeyer
·
Filler
·
Gelas
kimia 500 mL
·
Gelas
ukur 100 mL
·
Labu
takar 100 mL
·
Pipet
tetes
·
Pipet
volume
·
Spatula
·
Statif dan klem
·
Timbang
analitik
·
Water bath
2. Bahan
Bahan
yang digunakan pada percobaan ini yaitu :
·
Ammonia
·
Ekstrak daun teh
·
H2SO4
·
Indikator PP dan
metilen merah
·
Kloroform
·
NaOH
D. Prosedur Kerja
![]() |
|||
![]() |
Hasil
Pengamatan…?
E. Hasil Pengamatan
a.
Tabel Pengamatan
No.
|
Perlakuan
|
Hasil
|
1
|
Daun teh dikeringkan + dihaluskan + etanol 96% +
disaring
|
Maserat daun teh
|
2
|
Maserat daun teh + 20 mL H2SO4
0,2 N + Didiamkan selama 1 menit sampai terpisah menjadi 2 lapisan + diambil
lapisan bawah + dimasukkan dalam erlenmeyer + ammonia 10 mL + dikeringkan
|
Ekstrak kering
|
3
|
Ekstrak kering + 1 pipet kloroform + 15 mL H2SO4
0,2 N + indikator metilen red + dititrasi dengan NaOH
|
|
b. Data Perhitungan
· Volume NaOH yang digunakan
N (H2SO4) x V (H2SO4) = N (NaOH) x V (NaOH)
0,5 N x 15 ml = 0,2 N x V (NaOH)
V (NaOH) = 37,5 ml
·
Mol ekuivalen H2SO4
V (H2SO4)
X N (H2SO4)awal = 20 ml x 0,5 N = 10 mmol
Mol ekuivalen
akhir = V (H2SO4)
x (H2SO4)akhir
= 15 ml x 0,5 N
= 7,5
mmol
·
Mol H2SO4
yang bereaksi
Mol
H2SO4 yang bereaksi = Mol ekuivalen awal – Mol ekuivalen
akhir
= 10 mmol – 7,5 mmol
= 2,5 mmol
·
Massa kafein dalam
sampel
Massa
kafein dalam sampel = Mol H2SO4
x Mr Kafein
= 0,025 mol x
194,19 gram/mol
= 4,85475 gram
·
Kadar kafein


F.
Pembahasan
Metabolit sekunder adalah senyawa
metabolit yang tidak esensial bagi pertumbuhan organisme dan ditemukan dalam
bentuk yang unik atau berbeda-beda antara spesies yang satu dan lainnya. Setiap
organisme biasanya menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang berbeda-beda,
bahkan mungkin satu jenis senyawa metabolit sekunder hanya ditemukan pada satu
spesies dalam suatu kingdom. Senyawa ini juga tidak selalu dihasilkan, tetapi
hanya pada saat dibutuhkan saja atau pada fase-fase tertentu. Fungsi metabolit
sekunder adalah untuk mempertahankan diri dari kondisi lingkungan yang kurang
menguntungkan, misalnya untuk mengatasi hama dan penyakit, menarik polinator,
dan sebagai molekul sinyal.
Sebagian besar tanaman penghasil
senyawa metabolit sekunder memanfaatkan senyawa tersebut untuk mempertahankan
diri dan berkompetisi dengan makhluk hidup lain di sekitarnya. Tanaman dapat
menghasilkan metabolit sekunder (seperti: quinon, flavonoid, tanin, dll.) yang
membuat tanaman lain tidak dapat tumbuh di sekitarnya. Hal ini disebut sebagai
alelopati. Berbagai senyawa metabolit sekunder telah digunakan sebagai obat
atau model untuk membuat obat baru, contohnya adalah kafein, aspirin yang dibuat
berdasarkan asam salisilat yang secara alami terdapat pada tumbuhan tertentu.
Manfaat lain dari metabolit sekunder adalah sebagai pestisida dan insektisida,
contohnya adalah rotenon dan rotenoid. Beberapa metabolit sekunder lainnya yang
telah digunakan dalam memproduksi sabun, parfum, minyak herbal, pewarna, permen
karet, dan plastik alami adalah resin, antosianin, tanin, saponin, dan minyak
volatile.
Kafein merupakan
alkoloid dengan nama 1,1,7-trimetil xanthina. Kafein berfungsi sebagai
stimulan. Merupakan hablur yang pahit dengan warna putih mengkilat, kristal
menjarum dengan titik mencair atau titik leleh 236°C, dan tidak berbau. Kafein
terdapat pada teh, kopi, cola, mente, dan cokelat, selain itu kafein juga
diperoleh dari sintesa kimia. Kadar kafein dalam teh lebih besar dari pada
dalam kopi. Kadar kafein dalam teh berkisar antara 2-4%, sedangkan dalam kopi
hanya 0,5%. Kafein dapat bereaksi dengan iodium secara adisi, sehingga kadar
kafein dapat dihitung dengan menggunakan larutan iodium. Untuk reaksi adisi
dengan kafein digunakan iodium berlebih. Iodium dianalisa dengan titrasi
reduksi.
Kafein merupakan
zat stimulan ringan yang dapat menyebabkan jantung jadi berdebar dan
menghilangkan rasa kantuk, banyak orang yang telah mengkonsumsi kafein menjadi
lebih enerjik dan bersemangat. Terlalu banyak mengkonsumsi kafein menyebabkan
gelisah, sensitif, insomnia, dan tremor. Kafein dapat bersifat racun. Kafein
didapatkan dari isolasi daun teh. Dalam daun teh tidak hanya
mengandung kafein tapi juga substansi lain seperti celulose. Warna
coklat dari larutan coklat berasal dari pigmen flavonoid dan klorofil.
Walaupun klorofil larut dalam metilen clorida, tetapi kebanyakan
substansi lain dalam teh
Kerangka
kafein berasal dari nukleotida purin yang dikonversi ke xanthosin, yang pertama
dilakukan menengah dalam jalur biosintesis kafein. Setidaknya ada empat rute
dari purin nukleotida untuk xanthosine yang ada. Bukti menunjukkan bahwa rute
yang paling penting adalah produksi xanthosine dari inosin 5'-monofosfat,
berasal dari de novo purin nukleotida biosintesis, dan jalur dalam yang
adenosin, yang dibebaskan dari S-Lhomocysteine adenosyl- (SAH), diubah
menjadi xanthosine melalui adenin, adenosin 5'-monofosfat, inosin 5'-monofosfat
dan xanthosine 5'-monofosfat. Struktur kafein digambarkan sebagai berikutn :

Semua
atom nitrogen kafeina pada dasarnya planar (hibridisasi orbital sp2),
menyebabkan molekul kafeina bersifat aromatik. Karena kafeina dengan mudah didapatkan
sebagai produk samping proses dekafeinasi, kafeina biasanya tidak disentesis
secara kimiawi. Apabila diperlukan, kafeina dapat disintesis dari dimetilurea dan asam malonat. Kafein dalam tanaman
disintesis dari xanthosin melalui 3 tahap N-metilasi, dimana tahap metilasi ini
dibantu oleh aktivitas enzim yaitu enzim metil transferase. Berikut adalh
biosintesis xantin :

Di dalam tubuh, kafein berkhasiat menstimulasi
sistem saraf pusat dengan efek menghilangkan rasa letih, lapar dan mengantuk,
juga daya konsentrasi dan kecepatan reaksi yang ditingkatkan, serta prestasi
otak dan suasana jiwa diperbaiki. Kerjanya terhadap kulit otak lebih ringan dan
singkat daripada amfetamin. Kafein juga berefek inotrop positif terhadap
jantung (memperbaiki daya kontraksi), vasodilatasi perifer dan diuretis, juga
bersifat menghambat enzim fosfodiesterase.
Paercobaan ini dilakukan penentuan kandungan alkaloid kafein dalam daun teh dengan ekstraksi pelarut. Percobaan ini
diawali dengan mengeringkan daun teh sehingga dapat
mengurangi kandungan air di dalam sampel dan mencegah terjadinya reaksi enzimatik agar bakteri tidak mudah tumbuh. Sampel
juga dihaluskan menjadi serbuk
kasar untuk memperluas sudut kontak permukaan
sehingga luas kontak antara serbuk daun dan pelarut yang
digunakan untuk ekstraksi menjadi lebih besar. Ketika luas
kontaknya besar, maka senyawa yang ditarik oleh pelarut dari dalam sampel
diperoleh lebih banyak.
Tahap selanjutnya
yaitu ektraksi. Ekstraksi merupakan metode pemisahan senyawa yang melibatkan proses
pemindahan satu atau lebih senyawa dari satu fasa ke fasa lain
yang juga didasarkan pada sifat kelarutannya. Ekstraksi terdiri atas tiga jenis. Ekstraksi padat-cair
biasa mengekstrak zat padat dari zat cair. Pada praktikum ini dilakukan ekstraksi
padat-cair kafein dari the, yaitu pada saat maserasi dan ekstraksi cair-cair yang prinsipnya ialah suatu senyawa kurang larut dalam pelarut yang satu dan
sangat larut dalam pelarut lainnya. Pada praktikum dilakukan
ekstraksi cair-cair pada
corong pisah.
Maserasi merupakan
metode perendaman sampel dengan menggunakan pelarut organik, yaitu kloroform.
Pemilihan pelarut kloroform ialah karena senyawa yang hendak diambil, yaitu
kafein bersifat larut dalam kloroform. Maserasi dilakukan pada suhu kamar mengakibatkan mudah terdistribusi ke dalam sel sampel. Pada proses ini, dalam sampel akan
terjadi kontak antara sampel dan pelarut yang cukup lama.
Pemisahan dilakukan dengan maserasi karena metode pengerjaan ini mudah dan peralatan yang digunakan sederhana.
Hasil dari maserasi menghasilkan maserat yang selanjutnya akan diekstraksi
cair-cair menggunakan corong pisah. Kemudian ke dalam corong pisah dan ditambahkan asam sulfat 0,5 N.
Penambahan asam sulfat 0,5 N berfungsi untuk mengikat alkaloid menjadi garam
alkaloid.
Hasil ekstraksi
fase air selanjutnya ditambahkan dengan amonia 10% dan kloroform. Ammonia berfungsi untuk
membasakan dan pengendapan alkaloid sehingga diperoleh alkaloid dalam bentuk garamnya atapun alkaloid dalam bentuk basa bebas,
sedangkan kloroform menarik
senyawa kafein dalam sampel. Pada saat penambahan kloroform akan terbentuk 2 lapisan, lapisan paling
bawah adalah kloroform yang memiliki massa jenis yang lebih besar,
sedang lapisan atas adalah asam sulfat. Alkaoid dalam
daun teh akan bereaksi dengan NH3 dengan menarik H+
dan membentuk alkaloid bebas dalam kloroform sedangkan
amonia akan terpisah ke dalam fase yang lain.
Fase klorofom dari
proses ekstraksi dipisahkan dan diuapkan di atas waterbath. Residu yang terbentuk kemudian dilarutkan dalam beberapa mililiter kloroform dan
ditambahkan larutan baku H2SO4 0,2 N yang akan bereaksi
dengan kafein serta ditambahkan indikator metil red. Panambahan
indikator tersebut untuk menandai ekuvalen dan titik akhir titrasi. Kelebihan asamnya dengan reaksi netralisasi menggunakan
NaOH 0,2 N yang akan bereaksi dengan kafein dan melalui volume
NaOH yang digunakan, dapat diketahui kadar kafein dalam sampel yang diamati.
Jika NaOH telah habis bereaksi dengan analit (kafein), maka NaOH tersebut akan
bereaksi dengan indikator dan akan terjadi perubahan dari warna merah menjadi bening yang menandakan bahwa
titik akhir titrasi telah tercapai dan titrasi harus dihentikan, ampai kadar
kafein didapatkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Dira.
2012. “Isolasi Kofein dari Daun Kopi (Coffea
Arabica L.)”. Scientia. Vol.2 (1). Padang.
Hartono
E., 2013. Kandungan senyawa kimia pada daun the Cemellia sinensis. Jurnal warna penelitian dan pengembangan
tanamn industry. Vol 19(3). Hal.
1.
Hartono, Elina. 2009. “Penetapan Kadar Kafein Dalam
Biji Kopi Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi”. Biomedika. Vol. II(1).
Maramis K., Citraningtyas G., dan
Wehantouw., 2013. Analisis
Kafein Dalam Kopi Bubuk Di Kota Manado Menggunakan Spektrofotometri Uv-Vis.
Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol.
2(4). ISSN 2302-2493. Hal.122.
Nersyanti, Fenri. 2006. “Spektrofotometri Dervatif
Ultraviolet Untuk Penentuan Kadar Kafein Dalam Minuman Suplemen Dan Ekstrak
Teh”. Skripsi. Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bogor. Bogor.
Pranata, F. Sinung. 1997. “Isolasi Alkaloid dari
Bahan Alam (Alkaloid Insulation of Natural Materials)”. Biota. Vol. II(2).
Simbala, H. E. I. 2009. “Analisis Sennyawa Alkaloid
Beberapa Jenis Tumbuhan Obat Sebagai Bahan Aktif Fitofarmaka”. Pacific
Journal. Vol. I(4).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar