TUGAS KEWIRAUSAHAAN
BIOGRAFI PUSPO WARDOYO

OLEH:
KARMILA WATI
F1F1 12 105
JURUSAN FARMASI
FAKULTS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015
BIOGRAFI PUSPO
WARDOYO
![]() |
Nama : Puspo Wardoyo
Lahir : Solo, 30 November 1967
Profesi : Pengusaha
Riwayat Pendidikan :
·
SDN
Kenangasam Solo
·
SMP Islam Batik Solo
·
SMA
Negeri 4 Solo
·
UNS Solo
Siapa yang tak kenal sosok yang satu ini, Puspo Wardoyo,
beliau adalah orang yang mendirikan rumah makan Ayam Bakar Wong Solo yang
sering disingkat ABWS. Konon ABWS adalah rumah makan frencais pertama yang asli
Indonesia.
Salah satu sisi kontroversial dari Puspo Wardoyo adalah
beliau beristri banyak atau poligami. Bahkan Puspo Wardoyo mendukung acara
Poligamy Award, semacam penghargaan untuk lelaki yang beristri banyak. Istri
pertama Puspo Wardoyo adalah Rini Purwanti, 48 tahun, menikah di Medan,
Sumatera Utara tahun 1979. Rini Purwanti adalah sarjana pendidikan lulusan
Universitas Sebelas Maret, Solo, Jawa Tengah, yang mengajar di Medan. Istri
kedua adalah Supiyati, 46 tahun yang merupakan karyawati restoran milik Puspo
Wardoyo yang dinikahi tahun 1996. Setahun kemudian, Puspo Wardoyo kembali
menikah dengan Anisa Nasution usia 44 tahun. Kemudian tahun 1999 Puspo Wardoyo
menikah dengan Intan Ratih. Istri pertama dan istri kedua menetap di Medan,
istri ketiga menetap di Tangerang dan istri keempat menetap di Semarang. Kini
Puspo Wardoyo sudah memiliki 15 orang anak.
Seperti halnya pengusaha lainnya, Puspo Wardoyo juga
mengalami masa pasang surut dalam membesarkan ABWS. Awalnya Puspo Wardoyo
adalah seorang Pegawai Negeri Sipil di kota Solo. Suatu hari beliau bertemu
dengan temannya, seorang pedagang bakso yang merantau ke Medan dan sukses.
Sampai-sampai temannya bilang “Medan adalah tempat yang potensial untuk usaha
makanan. Dengan uang, jarak Solo-Medan lebih dekat dari Solo-Semarang.”Maksud
temannya adalah dengan pesawat, jarak Solo-Medan hanya satu jam perjalanan
sedangkan Solo-Semarang harus naik bis selama empat jam. Setelah bertemu
temannya itu, Puspo seperti termotivasi juga untuk menagdu nasib di Medan.
Waktu itu Puspo Wardoyo sudah tidak lagi menjadi pegawai
negeri sipil, ia mundur dari PNS dan mendirikan warung ayam bakar meneruskan
usaha orang tuanya yang juga jualan ayam. Sehingga Puspo hafal betul seluk
beluk per-ayam-an dan cara mengolah ayam yang enak. Warung itulah yang kelak
menjadi prototype ABWS.
Puspo selalu teringat kata-kata temannya tempo hari. Ia pun
ingin ke Medan. Akhirnya ia menjual warung ayamnya yang di Solo ke temannya
yang lain. Hasil penjualannya ia gunakan bekal ke Medan. Namun sayang
setelah sampai Jakarta uangnya dihitung-hitung tidak cukup untuk ke
Medan. Akhirnya ia memutuskan untuk melamar pekerjaan menjadi guru. Puspo
menargetkan untuk menjadi guru hanya dua tahun sambil mengumpulkan modal.
Akhirnya setelah modal terkumpul, ia kemudian melanjutkan
cita-citanya untuk berjuang ke Medan. Sesampainya di Medan, Puspo segera
mengontrak rumah, membeli vespa dan menyewa lahan di dekat bandara dengan sewa
per hari 1000 rupiah waktu itu. Di lahan berukuran 4x4 itu Ia kemudian membuka
warung ayam bakar.
Suatu hari pegawainya terlilit hutang di rentenir. Puspo pun
kemudian berniat menolong pegawainya itu dengan membayar hutangnya. Alangkah
senangnya hati si pegawai, sebagai balas jasanya, sang pegawai kemudian
menghubungi temannya yang berprofesi sebagai wartawan untuk meliput warung
Puspo Wardoyo tersebut. Kontan saja keesokan harinya warung ayam bakar Puspo
langsung di serbu orang. Puspo tak menyangka akan membawa dampak seramai ini.
Akhirnya ia mulai putar otak untuk membesarkan usaha warungnya ke rumah makan
yang lebih besar. Menunya pun semakin variatif. Sampai saat ini ada sekitar 100
menu.
Perjalanan Puspo Wardoyo dalam membesarkan ABWS tidaklah
seperti membalik telapak tangan. Pada tahun pertama ia hanya bisa menjual 1-2
ekor ayam per hari. Di tahun kedua itulah setelah diliput oleh teman
pegawainya, ABWS mulai menunjukkan arah kemajuan yang pesat. Ada suatu cerita
unik saat awal-awal merintis. Dahulu sehari ia hanya menghabiskan 3 ekor ayam,
namun entah kenapa hari itu ia kedatangan 3 pelanggan berturut – turut
yang memintanya menghidangkan 3 ekor ayam, sehingga saat itu ia harus
bolak-balik ke pasar untuk memenuhi permintaan pelanggannya. Sebenarnya Puspo
sudah bilang jika ayamnya sudah habis namun pelanggan tersebut bersedia
menunggu sampai Puspo selesai membeli ayam di pasar dan mengolahnya untuknya.
Puspo kemudian membuka cabang di berbagai kota. Puspo
juga menawarkan kerja sama dengan sistem waralaba atau frencais. Puspo menjamin
rasa dan mutu ABWS di kota manapun akan sama karena ia sudah mengatur komposisi
bumbu dan mentraining pegawainya di setiap cabang dalam mengolah ayam.Sampai
saat ini ABWS selalu diserbu pembeli apalagi saat bulan Ramadhan, bahkan sampai
menolak-nolak. Dari orang biasa sampai pejabat sangat menyukai rasa ayam
panggangnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar